Langsung ke konten utama

Postingan

Antara Krisis Identitas dan 'Ngonten'

Menjadi ibu sungguh tahapan paling sulit yang pernah aku lalui. Segala pengalaman pahit, luka, dan cerita miris dimasa lalu yang sudah terkubur waktu, entah tanpa diundang pun bisa kembali meradang. Aku yang ceria, suka bercanda, menjadi pribadi yang sangat sensitif, aku sering merasa tidak nyaman dengan diriku sendiri, marah, menolak kenyataan, dan menyerah berpikir positif. Yang aku ingin eksistensiku tidak terkubur hanya dengan aku menjadi seorang ibu, lebih tepatnya ibu di Indonesia. Aku ingin terbebas dari dibandinkan dengan kehidupan ibu-ibu lain yang memiliki profesi, pekerjaan, dan gaji. Aku ingin dilepaskan dari segala ekspektasi yang membebani pundakku yang ringkih. Aku hanya perempuan yang sedang menapaki jenjang kehidupan baruku, bukan orang yang harus memenuhi keinginan, dan harapan orang lain. Ingin ku sederhana, aku ingin menjadi nyaman dengan diriku sendiri. Aku berusaha keras melepaskan jeratan bahwa aku harus mengejar mimpi lain diluar pintu rumah. Aku ber
Postingan terbaru

Rumah (Part 2) : Kontrakan Ibu Uci

G ak pernah menyangka, tinggal dirumah orang tua setelah menikah ternyata menjadi seperti dineraka. Ternyata benar kata kebanyakan orang kalau sudah menikah harus misah dan tinggal dirumah sendiri. Februari 2021, saat itu usia Inara 5 bulan, dan genap sudah 6 bulan aku dan suamiku tinggal dirumah orang tuaku. Sudah mulai banyak gesekan antara aku dan orang tuaku, rasanya gak enak banget, aku sering kangen sama kost Haji soleh, selain tempatnya nyaman, tapi juga tentram karena segala yang ada dikost tersebut adalah kehendakku, beda dengan tinggal dirumah orang tua, apa yang ada itu kehendak orangtua, kita cuma numpang. Saat itu suamiku masih menganggur karena musim covid. Karena sudah mulai banyak gesekan dengan orang tua, kami memberanikan diri mencari kontrakan dan kebetulan sahabatku memberi info kontrakan baru didekat rumah ibunya. Saat itu suamiku sedang isolasi mandiri di kediaman orang tuanya di Anyer. Dan aku pergi survei melihat kontrakan sendiri. Kontrakannya masih baru, li

Rumah (Part 1) : Kost Haji Soleh

Sebulan sebelum hari akad, aku dan calon suamiku mulai survei2 kostan atau kontrakan untuk kami tinggal setelah akad nanti. Kami berdua mulai mencari kost atau kontrakan didaerah Kebon Jeruk, karena bagi kami, disana letaknya strategis untuk ke daerah Jakarta Barat (tempat kerjaku), dan daerah Jakarta Selatan (kebanyakan urusan suamiku didaerah Jakarta Selatan). Beberapa tempat kost dan kontrakan petak kami datangi. Kami auto blacklist tempat-tempat yang kumuh. Aku gasuka kontrakan atau kost kumuh, mengingatkan waktu dulu kuliah ngekost dikost-an kumuh dan aku gamau lagi tinggal ditempat kumuh. Ternyata usaha kami mencari tempat kost yang cocok belum membuahkan hasil saat itu. Tiba hari pernikahan kami, akhirnya kami memutuskan untuk tinggal dirumah orang tuaku dulu hingga menemukan kost yang cocok untuk kami. Saat itu, suamiku masih mengerjakan projek dari rumah, sebenarnya aku sedikit kasihan karena harus meninggalkan dia dirumah orang tuaku selagi aku pergi kerja

Mengenang Indahnya Hari Kemarin

Akhir-akhir ini waktu terasa lambat, aku rindu sekali bangun subuh dan bergegas memasak bekal untuk suamiku pergi kerja. Aku rindu, memeluk suamiku saat berangkat dan pulang kerja. Belum lupa rasanya ketika hari pertama suamiku masuk kerja, aku menunggunya dirumah bersama Inara yang ketika itu baru bisa tengkurap. Aku menunggunya dengan rindu ingin segera berkumpul dan makan malam bersama. Dengan penuh kesyukuran dan rasa terimakasih, aku menjalani hari-hari baruku dengan semangat dan penuh rasa optimis. Hari itu, suamiku menerima gaji pertamanya, "Alhamdulillah gajian", isi chatnya pada ku dengan gambar screenshot layar Hpnya yang berisi mutasi rekening. Bahagianya aku kala itu, akhirnya suamiku menerima gaji tiap bulan, setelah setahun lebih tidak menerima pemasukan karena wabah c0v1d. Rasanya bahagia banget, akhirnya hidup terasa cerah, setelah melewati hari-hari yang sulit. Akhirnya, kami bisa melalui ujian ekonomi. Lelah perasaan karena setiap hari menunggu kapan wabah i

Ulang Tahun Pernikahan yang Ke-3

-(Oktober 2022)- "Tara, happy anniversary", kata papa Andri "Hah, ohiya aku lupa", "Sini-sini aku punya muffin, sini sini kita tiup lilin, happy anniv ya mama", kata papa Andri Pukul 00:30 dini hari suamiku baru sampai rumah, Inara sudah terlelap dan aku selalu tidak bisa tidur sampai dia sampai rumah. Aku benar-benar lupa bahwa hari itu hari pernikahan kita yang ke 3 tahun. Jujur, terharu melihat suamiku pulang membawa muffin Mcd dengan lilin. Aku gak peduli apa yang dibawa, tapi aku tau dia tulus dan berusaha. Memasuki tahun ke 3 pernikahan kami, kami baru saja mengambil keputusan besar dalam sejarah pernikahan kami, yaitu memutuskan untuk KPR. Berat, dan keputusan yang sangat membutuhkan pertimbangan yang luar biasa besar ini akhirnya kami ambil sebagai langkah besar, strategi, dan sebagai perwujudan niat baik kami agar kelak kami bisa punya rumah untuk tempat anak2 kami bernaung, tumbuh, dan menjadi tempat mereka pulang. -(April 2023)- Dihari ulang tah

Refleksi (Part 1): Cita-Cita Yang Kukira Pupus

Kadang aku berpikir, buat apa aku menulis disini, apa untuk dicuri orang untuk bahan narasi kontennya, atau berdebu karena toh gak menarik untuk dibaca, atau suatu saat akan membawaku pada kemenangan, iya, sekali waktu aku berandai, andai tulisanku ini bisa dijadikan buku dan bisa menginspirasi banyak orang, terkenal, diundang seminar, ah ya,,, namanya orang berandai... Kalau sekarang aku ditanya apa cita-citaku, jelas aku tidak tau, dan apa masih layak pada usia saat ini memikirkan cita-cita. Waktu kecil, kalau ditanya cita-cita jawabannya kalau gak guru, ya dokter hehe. Minimnya pengetahuan dunia luar, membuatku sudah bingung menentukan cita-cita, dan hanya terpaku pada hal-hal yang lawas. Hingga pada akhirnya aku benar-benar mewujudkan cita-citaku menjadi seorang guru.  Sosok muda yang naif, idealis, dan berambisi mengantarkanku meraih gelar sarjana. Tapi ternyata, menjadi seorang sarjana pendidikan pun tidak membuatku merasa puas dan menang. Hingga akhirnya aku diberi kesempatan me

Kehilangan Diri (Part2) : Baby Blues

"aku kangen sama kamu, pengen dipeluk" "aa sini dikamar aku pengen ditemenin, jangan jauh-jauh" "aku sedih banget, perasaan aku sedih banget" "sesak banget dada aku, aku rasanya sedih banget, aku maunya nangis terus-terusan"  Begitu kata-kata yang keluar dari mulutku setiap hari selama 2 minggu berturut-turut setelah aku melahirkan. Nyeri yang bersisa di area vaginaku setiap hari rasanya membuatku semakin sedih. Belum lagi terlalu banyak aturan-aturan mitos ala jaman dulu yang membuat aku tambah tertekan. Gak boleh menekuk kaki. Gak boleh jongkok. Harus begini, harus begitu, membuatku benci pada diriku sendiri. Aku benci karena aku merasa kenapa aku harus melakukan semua itu, yang tidak masuk pada logikaku. Aku menjadi cemburu pada bayiku, aku merasa dunia tidak adil, dunia lebih peduli pada bayiku dari pada aku yang sakit setelah melahirkannya. Aku menjadi benci pada banyak hal, bahkan hari-hari pertamaku sebagai ibu. Aku benci saat