Langsung ke konten utama

Mengenang Indahnya Hari Kemarin

Akhir-akhir ini waktu terasa lambat, aku rindu sekali bangun subuh dan bergegas memasak bekal untuk suamiku pergi kerja. Aku rindu, memeluk suamiku saat berangkat dan pulang kerja.
Belum lupa rasanya ketika hari pertama suamiku masuk kerja, aku menunggunya dirumah bersama Inara yang ketika itu baru bisa tengkurap. Aku menunggunya dengan rindu ingin segera berkumpul dan makan malam bersama. Dengan penuh kesyukuran dan rasa terimakasih, aku menjalani hari-hari baruku dengan semangat dan penuh rasa optimis.

Hari itu, suamiku menerima gaji pertamanya, "Alhamdulillah gajian", isi chatnya pada ku dengan gambar screenshot layar Hpnya yang berisi mutasi rekening. Bahagianya aku kala itu, akhirnya suamiku menerima gaji tiap bulan, setelah setahun lebih tidak menerima pemasukan karena wabah c0v1d. Rasanya bahagia banget, akhirnya hidup terasa cerah, setelah melewati hari-hari yang sulit.
Akhirnya, kami bisa melalui ujian ekonomi. Lelah perasaan karena setiap hari menunggu kapan wabah ini mati kemudian sirna, berganti dengan rasa optimis menyongsong hari-hari cerah.

Kembali pada hari ini, aku menjadi  mudah menangis. Hatiku sesak, dan sakit, batinku terasa tidak baik-baik saja. Aku tidak sanggup memendamnya sendiri, namun bila aku berbagi cerita, saran mereka sama., dan aku masih bersikukuh dengan rasa sesak yang penuh di dada. Aku memang keras kepala untuk tidak mau menerima yang terjadi, aku marah tapi tidak tau ingin ditujukan pada siapa.

Suamiku dipecat dengan cara yang tidak baik menurutku. Dan bagiku wajar jika aku sulit menerimanya, entah, mungkinaku selalu memaklumi keegoisanku. Hari-hari terakhir suamiku disana, dia sering pulang pukul 2 pagi, aku sering tidak terima, dan aku merasa hal tersebut tidak adil untukku. Hingga hari tersebut tiba, suamiku diminta mengundurkan diri hari itu juga, aku menerima pesan whatsapp suamiku dan menangis sejadinya. Aku bersimpuh dan berkata "ya Allah, kan aku udah bilang, jangan ambil pekerjaan suamiku, dia tulang punggung keluarga kami, gimana nanti kalau Inara sakit, gimana nanti kami bayar cicilan, kami juga masih harus mengurus pindahan, ya Allah suamiku orang baik, kenapa dia harus menerima ini ? dia kerja untuk anak istrinya, kenapa harus dengan begini ? akukan udah bilang ya Allah. jangan ambil pekerjaan suamiku ! "

Aku marah, namun bingung ingin marah pada siapa. Aku kecewa namun masih berusaha untuk menerima. Sakit sekali hatiku, rasanya baru kemarin aku bernapas lega, keluar dari jurang covid dan hari ini aku harus merasakannya lagi, "kenapa ya Allah?"

Aku sibuk dengan mengurus rumah, diperjalanan kami pindahan, aku menangis dibonceng suamiku, "Ya Allah aku sedih dan terharu banget akhirnya bisa pindah kerumah. aku sedih banget keinget dulu kita tinggal dirumah orang tua, kita tinggal dikontrakan petak, kita menghemat sehemat-hematnya supaya bisa nabung, aku berdoa semoga rumah ini rejeki kita" hari itu aku masih mampu berpikir positif dan berprasangka baik. Hingga tiba hari ini aku merasa lelah dengan semua ketidak pastian.

Kemarin, aku menangis 3 kali dalam sehari, menangis dengan rasa sesak didada. Aku ingin menulisnya disini bukan karena aku ingin mengeluh di media sosial, tapi mungkin ini caraku untuk meyalurkan emosi. Aku menangis terisak dipelukan suamiku, "beban pikiranku rasanya berat sekali, kapan ini semua berlalu ?" Aku mulai merasa gangguan kecemasanku semakin mengganggu. Bangun pagi terasa menyiksa bagiku, aku selalu menyesali pagi hari, karena aku masih ingin tidur, aku tidak ingin bangun di dunia yang penuh dengan kecemasan.

Sebulan.. dua bulan,, berlalu,, dan hari ini masuk di 3 bulan suamiku tidak punya pekerjaan.
Aku mulai mudah menangisi hal-hal yang tidak perlu kutangisi. Aku marah, kecewa namun tidak tau kepada siapa. Suamiku sudah berusaha, namun sepertinya Tuhan belum mau memberi. Aku terasa buntu, aku tidak bisa mencari uang sebanyak yang suamiku bisa. Aku hanya bisa menangis, dan menangis. 
Hidup semakin terasa tidak adil, ketika kulihat orang jahat itu liburan bersama keluarganya, sedangkan suamiku kesulitan dibuatnya.

Terlepas campur tangan manusia. Aku sadar ini memang ujian yang datangnya dari Tuhan. tapi aku menjadi manusia yang gusar hati, aku mulai hilang sadar dan sabar, ya Allah kapan ini berlalu.

Aku tau, aku bisa melaluinya, berkali-kali ditengah tangisku aku berkata, "aku gak mau putus asa ya Allah" dan hari ini aku hampir putus asa.

Bulan ini, bulan terakhir ikatan NDA suamiku dengan perusahaan tersebut berakhir.
Hanya doa terbaik yang bisa aku panjatkan.

Aku berterimakasih pada kak Wiwit yang baik hati mau mempekerjakan aku. Aku terbantu karena dia, aku bisa beli beras dan susu. Tadi pagi, aku belanja kebutuhan dapur, beras, telur, lauk pauk. Dengan menahan tangis, aku bersyukur sekaligus sedih, apa jadinya kalau kak Wit tidak mempekerjakan aku, memang Allah Maha Pengasih, bisikku dalam hati.

Aku yakin, suatu saat kita bisa lebih dari ini, kita bisa bayarkan rasa sakit kita hari ini.
ya Allah, aku ingin hari itu segera tiba,
ya Allah, kumohon, buang rasa cemasku, dan sembuhkan luka-luka batinku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cyclo Progynova #part1

Ehem, kali ini saya akan ceritakan sedikit pengalaman saya mengonsumsi Cyclo Progynova. Saya memiliki masalah dengan hormon. Secara fisik, badan saya tidak ideal memang, tinggi saya sekitar 160cm dan berat badan 42kg. Saya sangat tau bahwa berat badan saya tidak ideal, bisa dibilang sangat kurang. Tapi apalah dikata, saya memang sulit untuk gemuk. Hehe. Saya memiliki masalah dengan siklus haid. Sejak saya sekolah, haid saya sudah tidak teratur. Kadang lancar, kadang engga. Bulan ini haid lancar, bulan depan saya bisa enggak dapat haid. Atau saya pernah mengalami darah Istihadah. Selama sebulan full saya mendapati pendarahan serupa haid, dan hal tersebut sangat meresahkan. Saya galau sekali memikirkan hukum suci saya. Memang sih, kalau lebih dari 15 hari masih ada darah. Saya dikatakan wajib beribadah dan hukumnya sama seperti saya ketika suci. Tapi bagian paling merepotkan adalah ketika saya harus memastikan bahwa saya 'bersih' dan saya harus bersih-bersih sebel

Cyclo Progynova #part2

Yak... Ini lanjutan review yang pernah aku buat tahun lalu, yaitu mengenai Cyclo Progynova. Aku memang sengaja tidak ingin menulis kelanjutannya, tapi karena ada beberapa teman yang menghubungiku untuk menanyakan lanjutan ceritanya, maka baiklah, aku akan melanjutkannya. Well, sebenarnya aku memang malas melanjutkan untuk menulis cerita tentang ini, karena aku mengalami sedikit kekecewaan, aku malah takut orang lain yang membacanya malah ikutan kecewa, wkwk. Padahal kan pengalaman kita bisa berbeda. Jadi sebenarnya aku tidak mengonsumsinya sampai 3 blister. Aku berhenti ketika blister kedua habis, dan ternyata hal tersebut berdampak kurang baik. Aku mengalami flek-flek tidak menentu kadang ada, kadang tidak ada, dengan kurun waktu yang tidak bisa ditebak, seminggu ada, seminggu hilang, dan hal tersebut berlangsung selama sekitar satu semester alias 4 bulan, kira-kira selama aku semester 7. Jadi, aku selesai mengonsumsi blister kedua itu tepat saat setelah liburan lebaran

Syura, Ahlul Halli wal Aqdi, dan Bay’ah wal Mubayaah

(essay ini saya tulis dalam memenuhi tugas mata kuliah Politik Islam) Syura, Ahlul Halli wal Aqdi, dan Bay’ah wal Mubayaah ( Irma Ayu Sawitri – 1113015000092 – irma.ayus13@mhs.uinjkt.ac.id ) Syura             Kata syura memiliki pengertian yang sangat beragam. Sesungguhnya istilah syura berasal dari kata sy-wa-ra, syawir yang berarti berkonsultasi, menasehati, memberi isyarat, petunjuk dan nasehat. Pendapat yang lain mengatakan pula bahwa syura memiiki kata kerja syawara-yusyawiru  yang berarti menjelaskan, menyatakan atau mengajukan untuk mengambil sesuatu. Menurut Imam Syahid Hasan al-Banna Syura adalah suatu proses dalam mencari sebuah keputusan atau kesepakatan yang berdasarkan pada suara terbanyak dan berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah, dan hendaklah setiap urusan itu diserahkan kepada para ahlinya demi mewujudkan suatu hasil yang maksimal dalam rangka menjaga stabilitas antara pemimpin dengan rakyat. [1]             Secara istilah penggunaan kata   syura menga