Mungkin tulisan ini akan menjadi paragraf pertama bagi tulisan-tulisan saya selanjutnya setelah ini. Mungkin suatu saat tulisan ini menjadi sangat memoriable bagi saya, dan keluarga yang saya bina.
20 Oktober 2019 kemarin, saya melangsungkan pernikahan dengan seseorang yang belum genap setahun saya kenal. Entah dari mana keyakinan itu datang, tapi saya yakin betul, bahwa dia orang yang sudah takdir peruntukkan bagi saya.
Singkat cerita, kamipun memutuskan untuk menikah. Bahagia melingkupi kami, keluarga kami, dan kerabat-kerabat dekat kami.
Ya, kegalauan saya mengenai seorang pasangan kini berakhir. Satu persatu tentang segala masa lalu saya lepaskan. Sakit hati, ketidak relaan, dan segala yang membebani soal hati dimasalalu. Saya lepaskan.
Terlepas segala hal yang merepotkan tentang pernikahan. Banyak sekali masalah terjadi sebelum pernikahan. Undangan yang bermasalah. Lokasi pernikahan. Vendor dekorasi, dll. Tapi saya belajar untuk merelakan semuanya, meski ada satu atau dua kecewa terselip dihati.
Karena suasana pada saat itu sangatlah hangat. Rasanya terbayar kekecewaan itu.
Yang pada awalnya ada keluarga saya yang sedang perang dingin. Mencair di momen pernikahan saya. Begitu juga keluarga suami saya yang menambahkan kehangatan. Mereka sangat baik, terbuka, dan menerima atas apa saja yang keluarga saya suguhkan. Menambah kehangatan yang ada.
Alhamdulillah wa syukurillah.
Terimakasih ya Tuhan.
Pada pagi itu, saya melangkah menemuinya dimeja akad. Senyumnya sumringah, wajahnya cerah sekali. Hari itu, dia terlihat begitu indah. Sebelum akad dimulai. Saya membacakan suatu ikrar, saya seharusnya menangis kala itu. Tapi, sepertinya hati saya penuh keadaan euforia. Sehingga dengan sukses saya dapat menahan air mata. Padahal sebenarnya... (Akan ada bagian saya menceritakan kesedihan yang saya rasakan diawal pernikahan)
Andri, yang saat itu masih calon suamiku, terlihat begitu tenang dari luar. Meski saya tau, dia pasti sangat deg-degan. Saya, dinikahkah langsung oleh bapak kandung saya. Semua berjalan dengan sangat cepat. Andri, kini sah menjadi suami saya. Dia ucapkan akad dalam satu kali nafas. Dengan begitu tenang, dan lantang.
"Alhamdulillah hirobbil'alamiin"
Kemudian terdengar setelah kata 'Sah!' Terucap dari kedua Saksi Nikah kami.
Saya, sangat bahagia pada hari itu.
Masih mengira bahwa hari itu adalah mimpi. Laki-laki yang belum genap setahun saya kenal. Mantap ingin menikahi saya dan dia selalu meyakinkan saya bahwa dia bisa menjadi suami yang baik dan bertanggung jawab untuk saya.
Saya tidak pernah menemukan laki-laki yang cocok sebelumnya. Jatuh bangun dalam menyukai lain jenis kerap saya rasakan sebagaimana perempuan normal lainnya. Menjemput jodoh tidak bisa pula saya hindarkan. Berkenalan dengan a, b, c, d laki-laki, tidak semudah itu ternyata menemukan yang terbaik.
Namun, ketika kamu sudah ada diwaktunya. Semua seperti tidak memerlukan usaha yang berat. Saya tidak perlu mengemis untuk meminta diyakinkan. Karena saya yakin padanya dan dia selalu meyakinkan saya tanpa saya pinta.
Segala kemudahan menuju pernikahan mengiringi jalan kami. Keluarga yang baik. Penerimaan yang baik. Dan segala yang terbaik melingkupi.
Saya yakin, segala yang terbaik sesungguhnya sedang bekerja dan menghampiri kita, semuanya hanya soal waktu.
Percayalah kawan, pernikahan adalah perjalanan yang sakral, berdoalah untuk segala kebaikan dengan segala hati yang lapang.
Sesungguhnya, tidak ada doa perihal kebaikan yang tidak ada manfaat.
Semoga, untuk kamu yang masih menunggu jodoh impian. Segera disegerakan oleh Tuhan.
Semua akan berjalan dengan spontan dan tiada terduga. Kamu tidak perlu buru-buru. Atau pula tidak perlu menunda-nunda.
Sekali lagi, berdoalah untuk segala kebaikan, dengan hati yang lapang.
Komentar
Posting Komentar