Pagi selalu diawali dengan hal yang serupa.
Sambil menunggu bubuk teh terseduh sempurna.
Sepasang orang tua mulai bercerita.
Kini mereka memang masih terbilang cukup muda untuk dikatakan sebagai orang tua.
Tapi bagiku tak terasa mereka kini kian menua.
Bahasan cerita mereka mulai soal helai rambut memutih atau gigi yang mulai goyang.
Tuhan, aku belum sanggup melihat mereka menua.
Aku ingin mereka tetap kuat, sehat, dan muda.
Mendampingiku dalam setiap langkah.
Mengomeliku dalam segala salah.
Cerita-cerita itu, cukup menyentuhku.
Tentang siapa sosok mereka dimasa lalu.
Aku terdiam pura-pura tak dengar didalam kamar.
Aku perhatikan betul cerita mereka yang semuanya dalam bahasa Jawa, yang sudah seperti bahasa ibu.
Aku dapat mengerti semuanya tanpa celah.
Memungut sepatu yang terdampar disungai untuk dipakai sekolah.
Mencuri buah jambu tetangga karena lapar.
Menangis karena tak ada lauk.
Malu karena disuruh kasbon garam diwarung.
Diejek teman karena miskin.
Dan masih banyak yang lain.
Cerita yang dengan ringan mereka suarakan.
Tak ada ragu, tak juga perduli rasanya perasaan. Mereka asyik saling bercerita.
Aku lahir dari rahim dua orang yang kuat.
Namun aku rentan mengeluh tentang hal-hal yang sepele.
Tentang sepatu yang jebol, atau tas yang sudah kujahit sendiri karena resletingnya rusak.
Dan mereka dengan ikhlas memberiku ongkos tuk penuhi kebutuhan itu.
Itu keluhan yang tak seharusnya kukeluhkan.
Perutku tak pernah kelaparan.
Aku serba cukup dan terpenuhi.
Badanku bersih, bahkan wangi.
Juga mereka masih membangunkanku disaat pagi, atau sekedar mengingatkan makan, dan mandi.
Tercukupi semua sandang, pangan, papan, aku dibuat mereka menjadi perempuan terhormat.
Terlebih lagi, seumur hidup aku sama sekali tak pernah dihina orang lain karena miskin.
Tuhan, Kau Maha Tau dalamnya rasa Syukurku.
Maaf jika aku hina diriku sendiri karena keluhanku.
Tuhan, 2 malam ini entah mengapa hatiku dirundung oleh tak terhingga rasa bersalah.
Bersalah pada mereka karena aku belum mampu memenuhi harapan dan cita mereka.
Salahkah aku ya Tuhan ?
Atau Kau memang sudah tentukan Waktunya ?
Pagi-pagi aku masih ngantuk.
Tak semangat.
Bingung menentukan langkah.
Terkadang harap dan cita-cita memberatkan pikirku.
Menghadirkan takut pada relung perasaan.
Aku tak ingin skeptis terhadap hidup.
Aku yakin segala yang terbaik sedang berlangsung.
4 hari lagi tiba saatnya aku wisuda sarjana. Menyadarkanku akan banyak hal, membebaniku dengan banyak rasa, meski tak kupungkiri, aku memang bahagia.
Tuhan, kelak mungkin akan Kau jelaskan padaku bagaimana rasa cinta mereka dalam mencintaiku.
Aku merasa bersalah ya Tuhan...
Benar-benar merasa begitu.
Sudahkah aku membalas cinta mereka, sudahkah, sudahkah ?
Komentar
Posting Komentar