Langsung ke konten utama

Bebas Menjadi Diri Sendiri



Pernah seorang teman mengatakan kepada ku, kira-kira begini "Baiknya kamu tetap fokus dan berusaha menjadi type dari orang yang kamu sukai"

Bagaimana menurutmu ?
Apakah kita harus menjadi apa yang orang lain mau padahal orang itu belum tentu menginginkan kita kembali ?

Bagi aku sih, itu namanya bunuh diri.

Siaaap, bertepuk sebelah tangan itu biasa dalam hidup. Suka sama orang belum tentu orang itu suka itu  juga biasa. Toh orang pacaran yang sama-sama yakin cinta mereka berbalas belum tentu juga Tuhan merestui. Jangankan yang cuma pacar, yang udah sebar undangan juga banyak yang enggak jadi. Tapi ya, ada juga sih yang pada akhirnya mereka  berjodoh, tapi tidak ada yang tidak mungkin. Semua kemungkinan itu mungkin, ibarat dalam metodologi penelitian, semacam random sampling gitu, semua sample punya kesempatan yang sama tanpa memperdulikan tingkatan (kalo gak salah yak, haha).

Jadi, buat apa menjadikan diri seperti apa yang orang lain mau ?
Orang belum tentu juga dia mau sama kita ? Urusan hati itu kan gaib, bisa jadi setan yang berbisik, tapi kalau Tuhan yang berbisik didalam hati itu udah pasti.

Bagi aku, standar menjadi baik itu, tidak atas penilaian orang lain.
Penilaian 'baik' atau 'buruk' itu sangat subjektif, tergantung persepsi masing-masing orang. Kalau kita menjadi baik untuk dinilai orang lain, apalagi biar disukain sama orang yang kita suka, bisa babak belur kita.
Sebelumnya apa itu persepsi ? Baik, menurut Philip Kotler, Persepsi adalah proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur, dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti. Leon menyataka bahwa persepsi adalah suatu prose bagaimana kita melihat dunia di sekeliling kita.[1] Menurut Tatik dalam bukunya, Presepsi sebenarnya merupakan proses psikologis yang kompleks dan melibatkan aspek psikologis.[2]
Lanjut,
Bahkan, yang menurut kamu, kamu sudah melakukan kebaikan yang agama ajarkan pun, aku yakin, pasti akan tetap ada yang menilai keburukanmu.


Misalnya, ada teman dengan kerudung panjang lebar dan tertutup. Suatu ketika, kerumah dan menolak bersalaman dengan bapakku, it's oke, tidak ada masalah, kita sangat amat menghargai. Akan tetapi, pada suatu kesempatan, kita berkumpul disuatu tempat, dia mencolek bahkan terlihat memegang lengan tangan teman laki-laki pada kulitnya, tidak pada pakaiannya. Hmm, Persepsi aku berubah dong otomatis, itu sah saja terjadi, terserah bagaimana persepsi kamu.
Ada lagi, teman dengan pakaian tertutup, berkerudung lebar, tapi dia bercanda cubit-cubitan pipi sama pasangan yang belum sah kemudian share di sosial media. Ya it's oke, kalau memang mereka akan menikah, gak masalah, masalahnya adalah, karena saat ini mereka belum sah menikah, bagi aku dia belum bisa memegang teguh komitmen, ini persepsi aku, terserah bagaimana persepsi orang lain.

Ini membuktikan, bahwa mereka orang baik, tapi persepsi orang bisa saja sebaliknya. Ya, meski tergantung bagaimana mereka menjaga diri dari persepsi orang juga.
Oleh sebab itu, sebaiknya tidak tidak hanya fokus pada apa yang terlihat mata saja. Tapi juga kita bangun kekhusyukan dari dalam. Meski persepsi orang bermacam-macam, setidaknya, kita bisa menjaga, apalagi persepsinya menyinggung soal simbol-simbol agama. Sensitif bangaaat.
Intermezo nih ya. Cerita ini dari teman aku yang aktif ngajar bimbel. Kebetulan ngajar anak non muslim. Dan ketika itu temanku sedang dapat jebakan betmen. Siswanya bertanya "kak, kenapa sih orang islam sudah pakai kerudung panjang, baju lebar, menutup aurat, tapi masih jalan sama cowo, berduaan mesra (yang jelas bukan suaminya). Mendingan aku dong kak ? Aku kan bukan Islam, aku juga gak pakai kerudung gitu, tapi aku gak pernah jalan berdua, mesra-mesraan sama cowok"
Humm, ini sangat amat jebakan betmennn... Kalau aku dikasih pertanyaan begitu, mungkin aku juga akan membatu. Haha. Dan mengalihkan pembicaraan dengan memberikan pertanyaan "bumi itu bulat atau datar?" -_- wkwk
Ini beneran terjadi. Dan coba deh, kamu pikirin gimana jawabnya.

Sekarang aku gunakan contoh dengan diriku, aku biasa aja, aku berteman, dan bergaul dengan siapa saja, laki-laki, perempuan sama saja. Aku juga sering bercanda, selfie sama temen cowok, kadang aku jalan sama temen cowok (bisa dihitung dalam satu tahun gak sampai lima kali apalagi lebih), well karena aku punya sahabat-sahabat cowok yang mereka justru punya pacar masing-masing, dan malah nasehatin aku untuk gak usah mikirin cowo atau pacaran-_- (hipokrit dasar). Jadi yaaa, aku tidak pernah foto mesra kemudian dishare disosial media, gak mungkinlah aku foto sama sahabat cowo aku, nanti pacarnya marah, hiks. Wkwkwkwkwkwkwk
Bedanya apa sahabat dengan pacar ? Kalau sahabat saling sayang tapi tidak ada 'suka sama suka' dalam tanda kutip. Bedanya kamu sama pacar kamu, saling sayang dan ada 'suka sama suka' dalam tanda kutip. Yah, you know lah, what I mean yak.

Aku periang, aku bawel, aku suka tertawa terbahak, keras kepala, tapi cengeng, apalagi dengan teman-teman dekat aku, meski kesan pertama orang terhadap aku selalu menilai 'aku kalem', bhahaha. Enggak, aku aslinya orang gila. Semua juga tergantung bagaimana persespsi orang. Kalau teman sekedar teman sih ya, karena aku memang cukup pendiam di depan umum, jadi rata-rata jarang ada yang punya masalah dengan aku.
Tapi percayalah, aku selalu punya masalah dengan semua teman-teman terdekat aku. Point pentingnya, aku membuktikan kalau teman dekat atau sahabat akan tetap menerima kita meski mereka tau, sisi terburuk, sisi tercacat, sisi ter-iblis yang kita punya. (Love you all yaa).

Beda lagi nih, kalau ada orang yang mungkin di persepsikan baik. Tapi dia melakukan kesalahan yang melukai hati kamu, mungkin tidak pada kebanyakan orang, tapi cuma sama kamu, mungkin dia menyakiti kamu tidak hanya sekali, mungkin beberapa kali hingga sakit itu benar-benar terasa sakit.
Persepsi kamu tentu akan berubah, mungkin kamu akan menilai dia jahat, dll. Kembali pada teori diatas, "persepsi merupakan proses psikologis yang kompleks". Tentu butuh waktu yang tidak sebentar untuk menetralkan kembali keadaan psikologis kamu terhadap orang tersebut, baru kemudian persepsi kamu perlahan akan berubah.

Kembali lagi pada pernyataan awal diatas.
Buat aku, orang-orang yang bertahan ada disekeliling kita itu termasuk anugerah Tuhan.
Jadi, aku tidak perlu menjadi sosok yang orang lain suka. Aku hanya cukup menjadi sosok yang bebas, bebas menjadi diri sendiri.
Apa kamu mau ? Dicintai tapi tidak sebagai dirimu sendiri ?
Enggak. Aku sih enggak mau.
Aku mau dicintai apa adanya aku. Bukan hanya atas dasar persepsi.
Ketika ada orang yang memilih aku nanti, sebelum aku memilihnya kembali, aku akan pastikan bahwa dia adalah orang yang dapat menerima aku dan keluargaku tidak hanya kulitnya saja, tapi apa adanya kita, tanpa perlu meminta aku begini begitu, tapi memberikan kepercayaan kepadaku, bahwa aku bisa menjadi orang yang selalu belajar menjadi lebih baik dengan versi aku sendiri.

Aku  bertekad penuh.
Melakukan kebaikan ya fokus sebagai urusan aku sendiri dan urusan hatiku pada Tuhan. Orang lain tidak perlu tahu. Mungkin ini sulit, karena persepsi buruk orang lain terhadap kita akan selalu ada dan membuat kita selalu terdorong ingin menunjukkan kebaikan yang telah kita lakukan. Tapi aku kuatkan hati aku, bukankah kita harus khusyuk dalam segala perbuatann kebaikan ?

Jadi, aku tidak terlalu perduli dengan penilaian orang yang beragam.
Intinya aku cukup bercermin diri, dan tetap menjadi yang lebih baik setiap harinya dengan versi aku sendiri.

Ingat, versi sendiri.
Kalau diomelin sama sahabat, terima saja, kemudian diolah dan diamalkan dengan cara kamu sendiri.
Dengan begitu, semoga Tuhan selalu dekatkan kita dengan orang-orang yang mencintai apa adanya diri kita.

Beberapa orang pernah menasehatiku, dengan nasehat yang hampir sama, dan aku setuju, kira-kira begini
"Ketika kamu melakukan sesuatu dan itu baik menurut mu, selagi tidak melanggar larangan agama seperti mencuri, membunuh, berbohong, dll, itu sudah menjadi kebaikan buatmu"






[1]Leon Schiffman, dan Leslie Lazar Kanuk, Perilaku Konsumen Edisi Ketujuh, (Jakarta: PT. Indeks, 2008), h.137
[2]Suryani, Perilaku Konsumen Implikasi Pada Strategi Pemasaran, h. 102 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cyclo Progynova #part1

Ehem, kali ini saya akan ceritakan sedikit pengalaman saya mengonsumsi Cyclo Progynova. Saya memiliki masalah dengan hormon. Secara fisik, badan saya tidak ideal memang, tinggi saya sekitar 160cm dan berat badan 42kg. Saya sangat tau bahwa berat badan saya tidak ideal, bisa dibilang sangat kurang. Tapi apalah dikata, saya memang sulit untuk gemuk. Hehe. Saya memiliki masalah dengan siklus haid. Sejak saya sekolah, haid saya sudah tidak teratur. Kadang lancar, kadang engga. Bulan ini haid lancar, bulan depan saya bisa enggak dapat haid. Atau saya pernah mengalami darah Istihadah. Selama sebulan full saya mendapati pendarahan serupa haid, dan hal tersebut sangat meresahkan. Saya galau sekali memikirkan hukum suci saya. Memang sih, kalau lebih dari 15 hari masih ada darah. Saya dikatakan wajib beribadah dan hukumnya sama seperti saya ketika suci. Tapi bagian paling merepotkan adalah ketika saya harus memastikan bahwa saya 'bersih' dan saya harus bersih-bersih sebel

Cyclo Progynova #part2

Yak... Ini lanjutan review yang pernah aku buat tahun lalu, yaitu mengenai Cyclo Progynova. Aku memang sengaja tidak ingin menulis kelanjutannya, tapi karena ada beberapa teman yang menghubungiku untuk menanyakan lanjutan ceritanya, maka baiklah, aku akan melanjutkannya. Well, sebenarnya aku memang malas melanjutkan untuk menulis cerita tentang ini, karena aku mengalami sedikit kekecewaan, aku malah takut orang lain yang membacanya malah ikutan kecewa, wkwk. Padahal kan pengalaman kita bisa berbeda. Jadi sebenarnya aku tidak mengonsumsinya sampai 3 blister. Aku berhenti ketika blister kedua habis, dan ternyata hal tersebut berdampak kurang baik. Aku mengalami flek-flek tidak menentu kadang ada, kadang tidak ada, dengan kurun waktu yang tidak bisa ditebak, seminggu ada, seminggu hilang, dan hal tersebut berlangsung selama sekitar satu semester alias 4 bulan, kira-kira selama aku semester 7. Jadi, aku selesai mengonsumsi blister kedua itu tepat saat setelah liburan lebaran

Syura, Ahlul Halli wal Aqdi, dan Bay’ah wal Mubayaah

(essay ini saya tulis dalam memenuhi tugas mata kuliah Politik Islam) Syura, Ahlul Halli wal Aqdi, dan Bay’ah wal Mubayaah ( Irma Ayu Sawitri – 1113015000092 – irma.ayus13@mhs.uinjkt.ac.id ) Syura             Kata syura memiliki pengertian yang sangat beragam. Sesungguhnya istilah syura berasal dari kata sy-wa-ra, syawir yang berarti berkonsultasi, menasehati, memberi isyarat, petunjuk dan nasehat. Pendapat yang lain mengatakan pula bahwa syura memiiki kata kerja syawara-yusyawiru  yang berarti menjelaskan, menyatakan atau mengajukan untuk mengambil sesuatu. Menurut Imam Syahid Hasan al-Banna Syura adalah suatu proses dalam mencari sebuah keputusan atau kesepakatan yang berdasarkan pada suara terbanyak dan berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah, dan hendaklah setiap urusan itu diserahkan kepada para ahlinya demi mewujudkan suatu hasil yang maksimal dalam rangka menjaga stabilitas antara pemimpin dengan rakyat. [1]             Secara istilah penggunaan kata   syura menga