Sore tadi, langit cukup cerah. Seperti biasanya, aku mengendarai motorku, sendiri.
Angin berhembus, berteman debu, berkawan polusi.
Aku tersenyum.
Spontan aku mengingat, adakah kawan yang benar-benar dapat menjadi sandaran lelahku. Kawan yang benar-benar mencurahkan ketulusannya padaku.
Angin berhembus, berteman debu, berkawan polusi.
Aku tersenyum.
Spontan aku mengingat, adakah kawan yang benar-benar dapat menjadi sandaran lelahku. Kawan yang benar-benar mencurahkan ketulusannya padaku.
Iya, ternyata aku hampir sampai rumah.
Tapi ingatan tersebut sepertinya asik tuk diteruskan.
Tapi ingatan tersebut sepertinya asik tuk diteruskan.
Aku rindu, sahabat-sahabat.
Namun kabur, sebenarnya siapa yang benar-benar aku rindu ?
Dulu ia benar sahabatku, dekat denganku, biasa marah padaku, tak lelah mendengar ocehanku, tak kapok menjadi sandaran tangisanku.
Tapi dia sudah bahagia dengan hidupnya sendiri. Mungkin aku bukan lagi bagian penting. Karena ia pikir aku pun sudah memiliki hidupku sendiri.
Aku rindu dipanggil dengan sebutan sahabat,
Tapi apakah benar aku merindukannya ?
Apakah dia ?
Sepertinya ada jurang perbedaan diantara kita.
Apakah dia ?
Tapi kita jarang bertemu mungkin tidak pernah bertemu.
Apakah dia ?
Aku sepertinya telah berhenti berurusan dengannya.
Apakah dia ?
Sepertinya dia hanya berpura-pura mau menerimaku sebagai teman.
Namun kabur, sebenarnya siapa yang benar-benar aku rindu ?
Dulu ia benar sahabatku, dekat denganku, biasa marah padaku, tak lelah mendengar ocehanku, tak kapok menjadi sandaran tangisanku.
Tapi dia sudah bahagia dengan hidupnya sendiri. Mungkin aku bukan lagi bagian penting. Karena ia pikir aku pun sudah memiliki hidupku sendiri.
Aku rindu dipanggil dengan sebutan sahabat,
Tapi apakah benar aku merindukannya ?
Apakah dia ?
Sepertinya ada jurang perbedaan diantara kita.
Apakah dia ?
Tapi kita jarang bertemu mungkin tidak pernah bertemu.
Apakah dia ?
Aku sepertinya telah berhenti berurusan dengannya.
Apakah dia ?
Sepertinya dia hanya berpura-pura mau menerimaku sebagai teman.
Tak apa, aku mengerti, topeng adalah hal yang biasa.
Mungkin bakat bagiku, dapat mencium kepura-pura-an dari sorot mata manusia.
Baiklah, ternyata sulit untuk memutuskan siapa yang aku rindu.
Cahaya matahari yang menerabas diantara dedaunan pohon dipinggir jalan, seolah melukiskan gambaran surealisme yang indah pada permukaan aspal yang abu, tertegun aku, mengapa kali ini terlihat begitu artistik ?
Dan aku terus melaju.
Jika kukeluhkan sepi. Pantaskah aku mengeluhkannya ?
Malam ini aku kembali melanjutkan essay dengan ribuan kata.
Sesekali mataku lelah menatap layar dan leherku kaku, karena sembari menengok lembaran buku-buku.
Kualihkan lelah dan rasaku pada naluriku dalam berseni. Aku melihat-lihat kembali gambar mana yang bagus untuk ku mainkan. Sayang, mungkin hampir habis gambar yang belum ku edit. Aku memang butuh gambar-gambar yang baru.
Kucari kertas dan pensil, ku corat coret.
Kemudian saat ini, kutuang melalui kata-kata.
Iya, menyalurkan rasa lelahku pada naluriku yang lain.
Apakah dengan bernyanyi ?
Atau tertawa sendiri menonton video bocah-bocah lucu.
Sesekali mataku lelah menatap layar dan leherku kaku, karena sembari menengok lembaran buku-buku.
Kualihkan lelah dan rasaku pada naluriku dalam berseni. Aku melihat-lihat kembali gambar mana yang bagus untuk ku mainkan. Sayang, mungkin hampir habis gambar yang belum ku edit. Aku memang butuh gambar-gambar yang baru.
Kucari kertas dan pensil, ku corat coret.
Kemudian saat ini, kutuang melalui kata-kata.
Iya, menyalurkan rasa lelahku pada naluriku yang lain.
Apakah dengan bernyanyi ?
Atau tertawa sendiri menonton video bocah-bocah lucu.
Aku cukup terhibur sebenarnya.
Aku benar-benar terhibur dan tertawa.
Aku benar-benar terhibur dan tertawa.
Tapi,
Tetap kuakui, didalam ruang paling dalam, aku sepi.
Tetap kuakui, didalam ruang paling dalam, aku sepi.
Waktu begitu larut.
Besok, masih harus kuselesaikan ribuan kata yang lain.
Besok, masih harus kuselesaikan ribuan kata yang lain.
Komentar
Posting Komentar