Langsung ke konten utama

INSPIRING TEACHER


            Saya memiliki alasan tersendiri sebelum akhirnya memilih untuk terjun kedalam fakultas ilmu kependidikan. Sejak saya masih berada dikursi Sekolah Menengah Atas, saya sudah menyadari qodrat saya sebagai seorang perempuan. Mungkin terlalu cepat bagi anak seumuran saya pada saat itu untuk berfikir bahwa pada akhirnya saya harus berada dirumah menjaga, merawat, dan mendidik anak-anak saya dimasa depan. Sebenarnnya memang akan lebih baik jika saya memiliki cita-cita setinggi mungkin kemudian bersemangat untuk mengejarnya. Tapi, bukan berarti saya menjadi anak yang tidak memiliki cita-cita tinggi kemudian tidak bersemangat menjalani hari-hari muda karena sudah berpasrah untuk menjadi seorang ibu dimasa depan nanti. Saya sadari saya memiliki potensi, dan saya selalu bertekad untuk menjadi perempuan yang cerdas.
            Saya memutuskan untuk memilih Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan karena menurut saya didalam sini saya akan mendapat keuntungan lebih. Pikir saya, sebagai seorang perempuan, ilmu kependidikan adalah hal penting untuk dipelajari. Selain kelak saya dapat berbagi ilmu dengan para generasi penerus bangsa, saya pun dapat menggunakan ilmu tersebut untuk mendidik anak-anak saya kelak dimasa depan.
            Sudah pasti ada proses yang harus saya lalui sebelum pada akhirnya saya benar-benar merasa bahwa saya adalah seorang guru. Setelah saya duduk pada semester ke empat di jurusan Pendidikan IPS. Saya dipertemukan pada seorang dosen yang mengantarkan saya pada titik dimana saya mulai memposisikan diri bahwa saya adalah calon seorang guru yang sesungguhnya, bukan lagi seorang guru didalam bayangan, didalam angan, atau didalam mimpi.
            Beliau membawakan mata kuliah Psikologi Pendidikan. Kesan pertama saya melihat beliau, saya berpikir bahwa beliau akan menjadi seorang dosen yang ditakuti oleh para mahasiswa. Hari pertama beliau mengajar dikelas kami, beliau sudah hadir didalam kelas sebelum saya hadir. Saya sempat panik ketika saya datang ke kelas kemudian saya lihat sudah ada dosen disana. Padahal sudah saya pastikan bahwa saya tidak terlambat masuk kelas. Dan ketika kelas dimulai oleh beliau, beliau menceritakan bagaimana perjalanan beliau untuk hadir kekampus. Ternyata sebelumnya terjadi masalah dalam penjadwalan, yang kemudian pada akhirnya beliau tidak ikut mengantar anak beliau kesekolah dan langsung menghadiri kelas setengah jam sebelum kelas dimulai, yaitu pukul 07.00. Ketika mendengar cerita yang dibawakan oleh beliau, saya mulai mengagumi beliau. Kemudian muncul pemikiran dalam benak saya, “Seseorang yang benar-benar seorang guru, benar-benar hanya dapat dihitung dengan hitungan jari. Guru adalah pekerjaan mulia, tapi ternyata banyak diantaranya yang melupakan peran guru sebagai motivator, 12 tahun saya sekolah, kemudian saat ini kuliah, sedikit diantaranya yang benar-benar dapat menginspirasi saya”. Kemudian timbul pertanyaan “Dapatkan saya menjadi seorang guru yang sebenar-benarnya seorang guru ?”
            Pertemuan demi pertemuan kita lewati dengan bu Maila. Seiring berjalanya waktu, bu Maila sering menyampaikan cerita-cerita inspiratif, dan yang luar biasa hampir seluruh cerita yang beliau sampaikan adalah pengalaman pribadi beliau. Yang paling menarik bagi saya adalah, cerita mengenai anak semata wayang beliau. Anak luar biasa yang beliau ceritakan juga menginspirasi saya. Dengan gaya cerita beliau yang cukup menarik, terutama nada bicara beliau yang sangat khas membuat saya cukup terenyuh dan memahami betapa seorang ibu haruslah menjadi seorang guru terbaik bagi sang anak. Saya kira hal tersebut tidak hanya sekedar saya ketahui tetapi saya maknai dengan renungan sehingga saya memperoleh sesuatu sejak saat saya keluar dari kelas beliau. Saya ingat apa kata yang pernah beliau sampaikan, kira-kira begini “Bukan sekedar apa yang dapat diketahui oleh siswa, tetapi apa yang diperoleh siswa setelah berlangsungnya kegiatan belajar”. Dan beliau berhasil membuat saya memperoleh sesuatu. Lagi-lagi pernyataan beliau membuat saya kembali bertanya “Bagaimana caranya agar siswa saya memperoleh sesuatu dari ilmu yang telah saya miliki ? Ah, saya ingin menjadi seorang guru seperti bu Maila”
            Pada suatu ketika, beliau hadir berbeda. Beliau mengikutsertakan suami beliau untuk dijadikan team teaching didalam kelas. Hal tersebut hal baru bagi saya, juga hal yang menarik  bagi saya. Pada saat itu kuliah pun berlangsung seru karena kuliah diisi dengan games yang baru juga bagi saya. Saya diminta untuk memberikan penilaian terhadap teman-teman saya. Dan saya pun diberi penilaian tentang diri saya oleh teman-teman, penilaian ini benar-benar penilaian diluar diri saya sendiri. Saya tertawa ketika saya melihat hasilnya, saya membandingkan penilaian saya terhadap diri saya sendiri dengan penilaian orang lain terhadap diri saya. Saya jadikan penilaian tersebut sebagai bahan renugan dan introspeksi diri, karena saya merasa bingung 80% teman-teman mengatakan bahwa saya jutek atau judes. Padahal saya sendiri sudah merasa berusaha untuk supel dan tidak berniat untuk bersikap jutek kepada teman-teman. Dari situ saya paham, dan saya belajar untuk tidak mudah menilai orang lain, karena perbedaan tidak hanya terjadi pada individu satu dengan individu lainnya. Perbedaan juga terdapat pada satu individu, dan perbedaan tersebut terletak pada fisik dan batin individu tersebut.

            Banyak hal yang ingin saya ceritakan terlebih mengenai kesan-kesan saya selama mengikuti kelas bersama beliau. Saya selalu bertekad tidak ingin meninggalkan kelas beliau, dan merasa sangat merugi kalau saya tidak mengikuti kelas bersama beliau. Bahkan beberapa kali saya kecewa karena beliau digantikan oleh dosen lain, dan saya mendoakan beliau agar urusan beliau dilancarkan dan cepat kembali dan mengajar kami, berbagi lagi banyak cerita dan pengalaman. Diakhir pertemuan, beliau memberikan sebuah kalung dengan bandulnya. Saya sebut bandul tersebut bandul ajaib, karena bandul itu akan bergerak mengikuti perintah sipemiliknya. Bu Maila menyampaikan suatu hal yang tak kalah menginspirasi dan memotivasi. Beliau menyampaikan tentang “Kekuatan Pikiran” yang kemudian beliau tunjukan kepada kami melalui bandul yang beliau bagikan. Dan yang saya peroleh dari kelah terakhir tersebut adalah, segala sesuatu yang kita sentuh, yang kita hadapi, semua berporos pada diri kita sendiri, terutama pada apa yang kita pikirkan. Maka, berpikirlah bahwa kita mampu, berpikirlah bahwa segala hal yang baik dapat kita raih, berpikirlah bahwa Tuhan bersama dengan orang-orang yang yakin, dan jangan mudah berputus asa.

(Essay ini aku tulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan saat aku semester 4)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cyclo Progynova #part1

Ehem, kali ini saya akan ceritakan sedikit pengalaman saya mengonsumsi Cyclo Progynova. Saya memiliki masalah dengan hormon. Secara fisik, badan saya tidak ideal memang, tinggi saya sekitar 160cm dan berat badan 42kg. Saya sangat tau bahwa berat badan saya tidak ideal, bisa dibilang sangat kurang. Tapi apalah dikata, saya memang sulit untuk gemuk. Hehe. Saya memiliki masalah dengan siklus haid. Sejak saya sekolah, haid saya sudah tidak teratur. Kadang lancar, kadang engga. Bulan ini haid lancar, bulan depan saya bisa enggak dapat haid. Atau saya pernah mengalami darah Istihadah. Selama sebulan full saya mendapati pendarahan serupa haid, dan hal tersebut sangat meresahkan. Saya galau sekali memikirkan hukum suci saya. Memang sih, kalau lebih dari 15 hari masih ada darah. Saya dikatakan wajib beribadah dan hukumnya sama seperti saya ketika suci. Tapi bagian paling merepotkan adalah ketika saya harus memastikan bahwa saya 'bersih' dan saya harus bersih-bersih sebel

Cyclo Progynova #part2

Yak... Ini lanjutan review yang pernah aku buat tahun lalu, yaitu mengenai Cyclo Progynova. Aku memang sengaja tidak ingin menulis kelanjutannya, tapi karena ada beberapa teman yang menghubungiku untuk menanyakan lanjutan ceritanya, maka baiklah, aku akan melanjutkannya. Well, sebenarnya aku memang malas melanjutkan untuk menulis cerita tentang ini, karena aku mengalami sedikit kekecewaan, aku malah takut orang lain yang membacanya malah ikutan kecewa, wkwk. Padahal kan pengalaman kita bisa berbeda. Jadi sebenarnya aku tidak mengonsumsinya sampai 3 blister. Aku berhenti ketika blister kedua habis, dan ternyata hal tersebut berdampak kurang baik. Aku mengalami flek-flek tidak menentu kadang ada, kadang tidak ada, dengan kurun waktu yang tidak bisa ditebak, seminggu ada, seminggu hilang, dan hal tersebut berlangsung selama sekitar satu semester alias 4 bulan, kira-kira selama aku semester 7. Jadi, aku selesai mengonsumsi blister kedua itu tepat saat setelah liburan lebaran

Syura, Ahlul Halli wal Aqdi, dan Bay’ah wal Mubayaah

(essay ini saya tulis dalam memenuhi tugas mata kuliah Politik Islam) Syura, Ahlul Halli wal Aqdi, dan Bay’ah wal Mubayaah ( Irma Ayu Sawitri – 1113015000092 – irma.ayus13@mhs.uinjkt.ac.id ) Syura             Kata syura memiliki pengertian yang sangat beragam. Sesungguhnya istilah syura berasal dari kata sy-wa-ra, syawir yang berarti berkonsultasi, menasehati, memberi isyarat, petunjuk dan nasehat. Pendapat yang lain mengatakan pula bahwa syura memiiki kata kerja syawara-yusyawiru  yang berarti menjelaskan, menyatakan atau mengajukan untuk mengambil sesuatu. Menurut Imam Syahid Hasan al-Banna Syura adalah suatu proses dalam mencari sebuah keputusan atau kesepakatan yang berdasarkan pada suara terbanyak dan berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah, dan hendaklah setiap urusan itu diserahkan kepada para ahlinya demi mewujudkan suatu hasil yang maksimal dalam rangka menjaga stabilitas antara pemimpin dengan rakyat. [1]             Secara istilah penggunaan kata   syura menga