Jangan paksa aku untuk merasakannya. Jangan membuatku terpaksa harus merasakannya.
Aku menunggu, tidak ingin lelah sampai aku berhasil mengabadikan senyumu sebagai milikku.
Meski yang aku lakukan tidak ada yang lain selain diam dan membeku.
Meski yang aku lakukan tidak ada yang lain selain diam dan membeku.
Karena rasa tidak merambat melewati udara, juga tidak mengenal detik waktu yang biasa kita tengok untuk menghitung lamanya usia.
Rasa tidak mengalir dari ketinggian ke tempat yang lebih rendah laiknya air.
Rasa tidak mengalir dari ketinggian ke tempat yang lebih rendah laiknya air.
Karena rasa, berumah di dalam relung yang tidak biasa. Relung yang tersimpan di setiap dada manusia, namun ia tidak mengenal waktu, kedap udara, juga gelap tidak bercahaya.
Rasa mengantarkan aku pada kedamaian melalui dirimu. Yang bahkan saat bertukar kata padamu, arah mata angin menjadi tidak menentu. Aku tidak tau mana barat, mana timur. Kau berhasil membutakan arahnya, meski mataku belum pernah meraba wujud aslimu.
Rasa membuatku lemah. Selemah dinding-dinding bilik bambu berlubang, yang tak mampu menutupi rahasia si pemilik rumah.
Aku menjadi lebih lemah, ketika dinding itu mulai rapuh diserbu oleh rayap dan waktu. Aku berusaha kuat bersembunyi dibalik topeng berwarna lusuh.
Sampai aku bingung,
Siapa yang seharusnya kokoh, & cerah warnanya, aku, atau topengku ?
Sampai aku bingung,
Siapa yang seharusnya kokoh, & cerah warnanya, aku, atau topengku ?
Komentar
Posting Komentar