Perbandingan
Kurikulum Indonesia dengan
Kurikulum
terbaik di Dunia (Finlandia)
Berbicara soal kurikulum sama juga membicarakan keadaan pendidikan
disuatu negara. Kurikulum dapat kita katakan sebagai perangkat program
pendidikan yang diberikan oleh satuan lembaga penyelenggara pendidikan,
biasanya kurikulum pendidikan diatur langsung oleh pemerintah pusat disuatu
negara.
Dalam sejarahnya, kurikulum di Indonesia sudah beberapa kali
berganti sejak tahun 1945 hingga saat ini. Kira-kira kurikulum di Indonesia
sudah berganti sekitar 11 kali dalam kurun waktu 1945 s/d 2015.
Bergonta-gantinya kurikulum tentu memiliki alasan, tidak lain untuk memenuhi
harapan pendidikan di Indonesia yang jauh lebih baik. Mungkin saja kita setuju
atau mungkin saja tidak. Kita setuju mungkin kurikulum yang sebelumnya belum
cukup sempurna untuk memajukan pendidikan di Indonesia, maka dilakukanlah
evaluasi-evaluasi untuk memperbaharui kurikulum yang ada. Tapi, mungkin saja
kita tidak setuju, karena menurut saya ketidak konsistenan kurikulum pendidikan
pada suatu negara akan mengaburkan karakter pada sistem pendidikan itu sendiri.
Menurut saya, evaluasi tetaplah perlu, tetapi evaluasi bukan berarti merubah secara
keseluruhan.
Jika membandingkan kurikulum Indonesia dengan kurikulum di negara
Finlandia, tentu akan terlihat jelas perbedaannya secara keseluruhan. Yang
terpenting di Finlandia adalah seluruh masyarakat maupun pemerintahnya sudah
memiliki kesadaran akan pendidikan, sehingga pendidikan di Finlandia menjadi
berkualitas karena semua faktor berupaya untuk memajukannya, mulai dari
pemerintah, guru, orang tua semua bekerja sama agar proses pendidikan berjalan
baik.
Guru-guru di Finlandia melalui seleksi yang sangat ketat sebelum
mereka menyandang profesi sebagai guru. Profesi sebagai guru di Finlandia
menjadi profesi yang sangat diidam-idamkan oleh anak-anak di Finlandia, meski
seleksinya lebih sulit dibandingkan seleksi
menjadi seorang dokter. Guru di Finlandia sangat dihormati, juga diberi
gaji yang cukup besar. Guru-guru di Finlandia dilarang keras mengkritik atau
mencaci hasil pekerjaan siswa, karena penilaian didasarkan oleh proses bukan
hasil. Guru-guru di Finlandia juga dilarang keras melukai atau memukul siswa,
kalau hal tersebut terjadi, maka penjaralah hukumannya. Orang tua murid di
Finlandia pun memiliki kesadaran penuh akan pendidikan bagi anak-anaknya. Orang
tua murid di Finlandia terlibat langsung dengan proses belajar anak-anaknya,
dan selalu menjaga komunikasi dengan para guru disekolah, sehingga guru tidak
melepaskan dan mempasrahkan begitu saja disekolah. Berbeda sekali dengan
keadaan di Indonesia bukan ?
Perlu diketahui pula, di Finlandia jarang sekali bahkan hampir
tidak pernah bergonta-ganti kurikulum. Meski bergonta-ganti presiden dan
menteri pendidikannya, hal tersebut tidak akan mempengaruhi keadaan atau sistem
pendidikan di Finlandia. Tidak seperti di Indonesia, yang berganti menteri,
berganti pula kurikulumnya.
Sekolah-sekolah di
Finlandia tidak memberatkan biaya pada setiap siswa. Sekolah di Finlandia juga sangat
baik kualitas sarananya yang sangat mendukung proses belajar bagi siswa, setiap
sekolah juga tidak terdapat perbedaan atau diskriminasi seperti adanya sekolah
unggulan atau tidak unggul, semua disamaratakan dan gratis diseluruh penjuru di
negara Finlandia. Dan tidak pernah ada
peringkat nilai baik dikelas, atau pun disekolah. Semua itu ditujukan untuk
menjadikan anak-anak yang memiliki mental yang tangguh dan menjadi anak yang memiliki
percaya diri penuh. Siswa di Finlandia juga tidak ditempa dengan banyak mata
pelajaran seperti siswa-siswa di Indonesia yang ditempa dengan banyak mata
pelajaran. Siswa juga tidak dibebankan
dengan ujian-uian, ujian nasional diadakan hanya untuk menentukan jurusan di
perguruan tinggi. Semua sangat berbeda degan kenyataan yang terjadi di
Indonesia. Sebagai salah satu siswa yang menempuh pendidikan di Indonesia, saya
sendiri kurang nyaman dengan sistem peringkat yang biasa diterapkan di
Indonesia. Bisa saja saya dapatkan nilai tinggi, disisi lain saya merasa
memiliki potensi yang cukup, tetapi kadang saya kurang cukup beruntung untuk
masuk disekolah yang lumayan bergengsi. Dan hal tersebut memang saya rasakan
membuat saya minder, karena teman-teman lain yang bangga akan status sekolahnya
yang lebih baik. Menurut saya, sistem peringkat ini melatih anak-anak Indonesia
menjadi dua type, yang pertama menjadi anak yang kurang percaya diri akan
potensi tersembunyi yang dimilikinya, yang kedua sikap sombong atau gengsi yang
mana sikap tersebut dikemudian hari dapat menjadi sikap curang, demi hal-hal
bergengsi maka kita menghalalkan segala cara.
Begitu jauh jika
kita membedakan pendidikan di Indonesia dengan di Finlandia. Jangan dulu soal
kurikulum, di Indonesia, masih banyak sekolah-sekolah reot yang digunakan untuk
belajar, juga masih banyak anak-anak yang dibiarkan tidak bersekolah karena
keadaan ekonomi. Mungkin kedepannya kita dapat bahu-membahu untuk membangun
kesadaran betapa pentingnya pendidikan bagi segala aspek kehidupan.
Jakarta, 31
Oktober 2015
IRMA AYU
SAWITRI
Komentar
Posting Komentar