Berdiri sosok ditepi pintu,
berdiri membelakangiku.
Hitam bayangan dibelakang pijakanmu.
Hanya dapat kusawangi punggungmu.
Kau,
Diujung pintu dengan cahaya terang.
Aku ingin melihat cahaya.
Namun ku tak sanggup berjalan mencapai pintu,
Merangkak pun ku tak sanggup.
Kakiku terikat beban berat, begitu berat.
Ah! Sial !
Cahaya itu terhalang oleh punggungmu,
dan aku tetap tiarap sambil memperhatikan bayangan hitammu.
Dan kau tetap terpaku.
Tak kumengerti apa maksudmu.
Kemudian...
Ah!
Kau !
Kau yang kusebut dengan 'kau'.
Kau ternyata sebuah cermin
cermin yang hanya dapat kulihat dengan akal penuhku.
Yang hanya dapat kulihat ketika ego jiwa kupadam.
Yang hanya dapat kurasa ketika cahaya tak tertangkap mata.
Yang hanya dapat ku renung dengan hati yang tenang.
Kau.
Kau yang berada diujung pintu,
berdiri membelakangiku.
Ya, kaulah diriku.
Kaulah jasadku.
Terpaku diantara masa lalu dan masa depanmu.
Terpaku oleh teka teki akan dapatkah kau menjadi pemilik cahaya itu.
Terpaku membelakangiku karena tak sanggup menatap gelap sang bayang.
Kau.
Kuteriakkan pada mu!
Melangkahlah maju.
Gapailah cahaya itu untukku.
Rangkul lah cahaya itu agar tubuhmu tak beku ditepi pintu.
Gapailah... Gapailah untukku...
Juga kan kujaga bayangmu tuk menemani kerasnya nafsuku.
Kan ku simpan bayangmu dalam jiwaku.
Akan kujaga, dan juga untukku.
Komentar
Posting Komentar