Surat
Wahai kebebasan yang segar. Sepi yang ramah. Cinta yang manis. Dan Kebahagiaan yang harum.
Surat ini kutulis sekedar untuk berbagi kabar. Ya, lagi-lagi kutulis sambil bersenandung dengan malam, tapi bukan, bukan maksud ku untuk menggambarkan rasa, atau berbagi rasa. Aku berjanji surat ini hanya berisi kabar.
Aku ingin menceritakan pada kalian, bahwa kemarin takdir mempertemukanku dengan Kebebasan, Sepi, Cinta, dan Kebahagiaan.
Yang pertama, takdir membawaku pada kebebasan. Kusapa kesegaranmu wahai kebebasan. Sejak pertama, kutau bahwa kau hartaku yang membuatku merasa paling kaya. Kau hartaku yang membuatku merasa berkuasa. Kesegaranmu menyeringai bersama senyum dan ceria ku. Memberikan jejak pelangi pada setiap pijakan langkah ku. Memberikan percikan cahaya pada segala sesuatu yang kusentuh. Dan sayangnya bahwa kau pun harta yang tak ingin kusedekahkan baik ikhlas, atau pamrih. Harus kau tau pula, bahwa kau pun harta yang membuat kakiku kerap tersandung oleh batu yang tak teraba mata kakiku. Juga membuat jariku robek ketika sedang menggungting kertas warna. Disisi lain aku sadar, meski hanya sekedar menyadari, bahwa semua diserahkan padaku, kesegaran yang sesungguhnya sebenarnya berasal dari diriku sendiri, bukan dari kebebasan, terlebih lagi bukanlah milik takdir.
Kedua, takdir mengajakku ketempat yang ramai. Kulihat ada sekumpulan anak muda sedang tertawa geli, kudengar seseorang membentak ketika jalan macet, kulihat seorang ibu yang berusaha menenangkan anak kecilnya yang menangis, kulihat banyak orang, sampai pada pengemis usia dewasa yang duduk sila menengadah, serta orang tua keriput yang sibuk mengorek tempat sampah, namun tak satupun dari mereka menyapaku, seolah mereka tercipta dengan dunianya sendiri. Keramaian ini cukup membuatku sibuk, membuat kepalaku terbesit ribuan pertanyaan yang tak sempat sampai pada lidahku, ribuan pergulatan hati yang tak sempat sampai pada telinga orang lain. Ramai sekali, sampai aku lupa apakah aku harus berbahagia atau bersedih. Tapi aku cukup menikmati kesibukanku dalam keramaian ini. Aku tak mengerti apa yang akan takdir suguhkan padaku, sampai pada langkahku terhenti karena sesuatu menyapaku ramah. Ia yang pertama menyapaku ramah dan menghentikan kesibukanku oleh keramaian. Namun rasanya hatiku mulai menunjukkan gelagat tak enak, namun mengapa ia pasrah tak dapat menolak. Oh takdir, ternyata ini yang kau berikan, yang kemudian kusebut 'Sepi'. Keramahannya menjeratku erat. Namun kutau bahwa takdir tak pernah menyuruhku untuk terjerat terlalu lama. Aku dapat beranjak dan pergi menapaki jalanan ramai dan meninggalkan sepi, meski jeratannya tak benar2 terlepas.
Kemudian, takdir memberiku sesuatu yang manis. Pikiranku dibawa terbang dan kakiku seolah melayang. Tersirat sesuatu yang pikirku hal itu adalah hal manis dan indah dengan komposisi seuta warna, entah aku tak dapat menjelaskan bagaimana bentuknya, manisnya tertangkap oleh mata meski belum terkecap oleh lidah. Oh Tuhan. Maha Memberi Takdir. Kuasa Mu sungguh luar biasa. Meski ia manis, tapi yang satu ini tak dapat kusentuh. Tak dapat kugenggam. Manisnya hanya dapat kulihat melalui pikiranku sendiri. Terkecap melalui imajinasiku sendiri. Yang ini kusebut Cinta. Kali ini takdir memberiku catatan. Ada cinta yang memang telah tertakdir untukku. Ada pula cinta lain yang dapat ku pilih sendiri. Aku paham, seperti sebelum-sebelumnya, takdir tak pernah memaksaku berpasrah padanya. Aku dapat menentukan siapa yang kucinta, dan mencintaku. Tapi takdir katakan lagi, bahwa cinta adalah hak dan kewajiban seluruh makhluk. Ah... Aku pikir, terlalu luas makna Cinta, terlalu pekat manisnya Cinta. Tak ada kata yang dapat menjelaskan bagaimana cinta. Bahkan takdir sekalipun.
Terakhir, takdir membawaku dengan langkah pelangiku, pada sebuah tempat yang kusebut padang bunga. Hanya 'Harum', yang diterima oleh sensor otakku disepanjang aku menghirup napas. Ya, takdir memberiku kejutan dengan Kebahagiaan. Harumnya membuatku bisu. Harumnya membius jiwaku. Kebahagian adalah segala yang kucari didunia ini. Kebahagiaan adalah segala yang ku inginkan didunia ini. Ah, kebahagiaan adalah segala yang selalu ingin kugenggam. Yang kuinginkan dalam hidup adalah harumnya kebahagiaan mengalir bersama darahku, berdenyut berirama pada jantung dan nadiku. Kumohon tetaplah mengalir mengharumi merah darahku. Tapi ah, ternyata bunga bunga tetap akan layu meski mereka kusebut bahagia, harum akan menyeringai kesegala arah dan hilang hilang bersama udara. Takdir menepukku, ia menjelaskan bahwa harum yang ku hirup oleh inderaku pasti akan luntur kemudian hilang meski aku masih hidup dan bernapas. Ia berpesan "Carilah harum kebahagiaan melalui dalam dirimu sendiri, hirup harumnya melalui indera yang lain, yang adanya hanya ada didalam dirimu. Maaf jika hanya harum yang perlahan hilang ini yang dapat kuberikan padamu, namun kau dapat mempercayaiku bahwa kebahagiaan yang sebenarnya berada pada hatimu sendiri, selami hatimu, dan temukanlah"
Perjalanan menjadikan ku berpikir.
Meski kebebasan membuatku tersandung bodoh. Meski sepi membuatku ketakutan dan menangis ditengah ramai. Meski Cinta membuatku merasa hangat kemudian pupus. Meski kebahagiaan membuatku melompat girang dan kemudian terjatuh.
Demikian surat ini kutulis.
(Sabtu, 23 Mei 2015)
Komentar
Posting Komentar