Pada akhir
abad XV, Raden Patah, murid Sunan Bonang memaklumatkan berdirinya Kerajaan
Islam Demak, lepas dari Kerajaan Majapahit. Kerajaan Demak adalah kerajaan
Islam pertama di Jawa. Raden Patah diakui sebagai raja pertama Demak dan
mendapat gelar Sultan. Sebagai kerajaan Islam pertama di pulau Jawa, Kerajaan
Demak sangat berperan besar dalam proses Islamisasi pada masa itu. Kerajaan
Demak berkembang sebagai pusat
perdagangan dan sebagai pusat penyebaran agama Islam. Wilayah kekuasaan Demak
meliputi Jepara, Tuban, Sedayu Palembang, Jambi dan beberapa daerah di
Kalimantan. Di samping itu, Kerajaan Demak
juga memiliki pelabuhan-pelabuhan penting seperti Jepara, Tuban, Sedayu,
Jaratan dan Gresik yang berkembang menjadi pelabuhan transito (penghubung).
Demak
berdiri sebagai lambang kemenangan, kekuatan baru yang
bergelora dan tenaga baru yang segar. Demak kemudian berusaha memperluas
wilayahnya dan menguasai Banten, Cirebon, Sunda Kelapa. Penaklukan ini
dilakukan untuk membendung pengaruh kekuatan Portusgis yang saat itu telah
mengadakan perjanjian dengan kerajaan Sunda dan Pajajaran. Di samping itu upaya
penyebaran agama Islam di Jawa Barat. Nampaklah bahwa Demak sebagai kerajaan
Islam seakan-akan bukan hanya bertugas membendung pengaruh Portugis yang
berarti sebagai kekuatan politik di Jawa, tapi juga berusaha menyebarkan agama
Islam di Jawa pada umumnya. Penguasa di Demak berturut-turut Raden Patah, Pati
Unus, Sultan Trenggono yang masanya terjadi pertentangan yang mengakibatkan
Demak pecah.
Sekilas
tentang kerajaan Demak. Terdapat beberapa tokoh yang tidak asing ditelinga,
salah satunya adalah Sultan kedua dari kerajaan Demak setelah Sultan Demak
Pertama Raden Patah meninggal. Yaitu seorang Adipati sekaligus kesatria yang
sering disebut dengan nama Pati Unus.
Pati unus
di lahirkan di Jepara pada tahun 1477 M. Berdasarkan beberapa sumber catatan
sejarah, misalnya pada catatan Babad Demak, Babad Pajang, Babad Mataram, atau
Babad Tanah Jawi, disebutkan bahwa nama asli Adipati Unus adalah Raden Mas
Abdul Qadir al-Idrus Bin Raden Mas Muhammad Yunus al-Idrus dari Jepara. Raden
Mas Muhammad Yunus adalah putra seorang Muballigh pendatang dari Negeri Parsi
yang dikenal dengan sebutan Hadratus Syaikh Maulana Khaliqul Idrus. Muballigh
dan Musafir besar ini datang dari Negeri Parsi ke tanah Jawa mendarat dan
menetap di Jepara di awal 1400-an Masehi. Silsilah Syekh ini yang bernama
lengkap Abdul Khaliq Al Idrus bin Syekh Muhammad Al Alsiy (wafat di Parsi) bin
Syekh Abdul Muhyi Al Khayri (wafat di Palestina) bin Syekh Muhammad Akbar
Al-Ansari (wafat di Madina) bin Syekh Abdul Wahhab (wafat di Mekkah) bin Syekh
Yusuf Al Mukhrowi (wafat di Parsi) bin Imam Besar Hadramawt Syekh Muhammad Al
Faqih Al Muqaddam. Imam Faqih Muqaddam seorang Ulama besar sangat terkenal di
abad 12-13 M yang merupakan keturunan cucu Nabi Muhammad, Hussain putra Ali bin
Abi Talib denganF atimah Al Zahra.
Syekh
Khaliqul Idrus menikah dengan puteri seorang Muballigh asal Gujarat yang lebih
dulu datang ke tanah Jawa yaitu Syekh Mawlana Akbar. Adik Syekh Mawlana Akbar
dinikahi Brawijaya 5 yang menurunkan putera Raden Patah. Syekh Khaliqul Idrus
memiliki putera Raden Muhammad Yunus yang kemudian memiliki putera Raden Abdul
Qadir putra aka Pati Unus (Adipati bin Yunus) jadi Pati Unus adalah sepupu
Raden Patah. Jadi Sultan Demak I dan Sultan Demak II memiliki silsilah
kekerabatan yang tidak terlalu jauh.
Raden Mas
Muhammad Yunus dibesarkan di istana Jepara. Setelah dewasa beliau dilantik
menjadi adipati Jepara. Beliau menikah dengan puteri Ratu Mas Nyawa atau Puteri
Ratna Gumilah Sari binti Raden patah, yaitu putri Sulung Raden Patah yang pada
saat itu menjadi Sultan Demak I. Kemudian setelah menjadi menantu dari Raden
Patah, Raden Mas Muhammad Yunus diberi gelar Adipati Unus. Dari pernikahan ini
beliau diketahui memiliki dua putra. Kedua putra beliau yang merupakan
cucu-cucu Raden Patah ini kelak dibawa serta dalam ekspedisi jihad yang
dipimpin langsung oleh Adipati Unus.
Sehubungan
dengan jatuhnya Malaka ke tangan Portugis di tahun 1511, maka Kesultanan Demak
mempererat hubungan dengan kesultanan Banten-Cirebon ditandai dengan pernikahan
ke 2 Pati Unus, yaitu dengan Ratu Ayu putri Sunan Gunung Jati tahun 1511. Tak
hanya itu, Pati Unus kemudian diangkat sebagai Panglima Gabungan Armada Islam
membawahi armada Kesultanan Banten, Demak dan Cirebon, dengan titah sang Sultan
yang mertuanya sendiri Amirul Mu'minin di tanah Jawa yaitu Seykh Syarif
Hidayatullah yang bergear Sunan Gunung Jati, dengan tugas utama merebut kembali
tanah Malaka yang telah jatuh ke tangan Portugis. Tahun 1512 M, giliran Samudra
Pasai yang jatuh ke tangan Portugis. Hal ini membuat tugas Pati Unus sebagai
Panglima Armada Islam tanah jawa semakin mendesak untuk segera dilaksanakan.
Maka tahun 1513 M dikirim armada kecil, ekspedisi Jihad I yang mencoba mendesak
masuk benteng Portugis di Malaka tapi gagal dan balik ke tanah Jawa. Kegagalan
ini karena kurang persiapan menjadi pelajaran berharga untuk membuat persiapan
yang lebih baik. Maka direncanakanlah pembangunan armada besar sebanyak 375
kapal perang di tanah Gowa, Sulawesi yang masyarakatnya sudah terkenal dalam
pembuatan kapal.
Di tahun
1518 M, Raden Patah, Sultan Demak I bergelar Alam Akbar al-Fattah meninggal
dunia, beliau berwasiat supaya menantu beliau Pati Unus diangkat menjadi Sultan
Demak berikutnya. Maka diangkatlah Pati Unus atau Raden mas Abdul Qadir
al-Idrus Bin Raden Mas Muhammad Yunus al-Idrus, Adipati wilayah Jepara menjadi
Sultan Demak II bergelar Alam Akbar ats-Tsaniy.
Memasuki
tahun 1521 M, ke 375 kapal yang dibuat di tanah Gowa oleh masyarakat Sulawesi
telah selesai dibangun. Walaupun baru menjabat Sultan selama 3 tahun Pati Unus
tidak sungkan meninggalkan segala kemudahan dan kehormatan dari kehidupan
keraton bahkan ikut pula 2 putra beliau (yang masih sangat remaja) dari
pernikahan dengan putri Raden Patah dan seorang putra lagi (yang juga masih
sangat remaja) dari seorang isteri, putri Syeikh as-Sultan Sayid Ismail, Pulau
Besar. Pati Unus telah menanamkan pendidikan yang sangat berarti bagi
anak-anaknya, yaitu berjuang membela umat dalam usia sedini mungkin, Pati Unus
memiliki keyakinan dan keberanian yang sangat besar bahkan beliau tidak
mengkhawatirkan nasab keturunannya terputus jikalau anak-anaknya yang masih
belia ikut gugur dalam medan perang. Tapi sungguh Allah membalas kebaikan
orang-orang yang berjuang di jalannya.
Armada
perang Islam siap berangkat dari pelabuhan Demak dengan mendapat pemberkatan
dari Para Wali yang dipimpin oleh Sunan Gunung Jati. Armada perang yang sangat
besar untuk ukuran dulu bahkan sekarang. Dipimpin langsung oleh Pati Unus
bergelar Senapati Sarjawala yang telah dinobatkan menjadi Sultan Demak II
setelah kematian Raden Patah. Dari sini sejarah keluarga beliau akan berubah,
sejarah kesultanan Demak akan berubah dan sejarah tanah Jawa akan berubah.
Armada
perang Islam yang sangat besar berangkat ke Malaka, dan Portugis pun sudah
mempersiapkan pertahanan menyambut Armada besar yang di pimpin oleh Adipati
Unus ini dengan puluhan meriam besar
yang kemudian mencuat dari benteng Malaka.
Singkat
cerita, kapal yang ditumpangi Pati Unus terkena peluru meriam ketika akan
menurunkan perahu untuk merapat ke pantai. Ia gugur, semoga beliau gugur
sebagai syahid, karena kewajiban membela sesama muslim yang tertindas penjajah
(Portugis) yang bernafsu memonopoli perdagangan rempah-rempah.
Sebagian
pasukan Islam yang berhasil mendarat kemudian bertempur dahsyat hampir 3 hari 3
malam lamanya dengan menimbulkan korban jiwa dengan jumlah yang sangat besar dari
pihak Portugis. Armada Islam gabungan tanah Jawa yang juga menderita banyaknya
korban jiwa kemudian memutuskan mundur di bawah pimpinan Raden Hidayat, orang
kedua dalam komando setelah Pati Unus gugur. Satu riwayat yang belum jelas
siapa Raden Hidayat ini, kemungkinan ke-2 yang lebih kuat komando setelah Pati
Unus gugur diambil alih oleh Fadhlulah Khan (Tubagus Pasai) karena sekembalinya
sisa dari Armada Gabungan ini ke Pulau Jawa, Fadhlullah Khan alias Falathehan
alias Fatahillah alias Tubagus Pasai-lah yang diangkat Syarif Hidayatullah atau
Sunan Gunung Jati sebagai Panglima Armada Gabungan yang baru menggantikan Pati
Unus yang syahid di Malaka. Yang kemudian dinikahkan dengan adik Sultan Demak
III, Sultan Trenggono pasca gugurnya Pati Unus dalam medan perang.
Putra
pertama dan ketiga Pati Unus ikut gugur, sedangkan putra kedua, Raden Abdullah
dengan takdir Allah untuk meneruskan keturunan Pati Unus, selamat dan bergabung
dengan armada yang tersisa untuk kembali ke tanah Jawa. Turut pula dalam armada
yang balik ke Jawa, sebagian tentara Kesultanan Malaka yang memutuskan hijrah
ke tanah Jawa karena negerinya gagal direbut kembali dari tangan penjajah
Portugis melalui ekspedisi Jihad yang dipimpin Adipati Unus. Mereka orang
Melayu Malaka ini keturunannya kemudian membantu keturunan Raden Abdullah putra
Pati Unus dalam mengislamkan tanah Pasundan hingga dinamai satu tempat singgah
mereka dalam penaklukan itu di Jawa Barat dengan Tasikmalaya yang berarti
Danaunya orang Malaya (Melayu). Sehingga Adipati Unus memiliki peran besar
bukan hanya dalam sejarah Indonesia tapi juga dalam sejarah bangsa lain yaitu
Malaka, karena aksi heroiknya dalam memimpin perang untuk merebut pusat
perdagangan dan sarana persebaran agama Islam, Malaka dari Portugis.
Sedangkan
Pati Unus, Sultan Demak II yang gugur kemudian disebut masyarakat dengan gelar
Pangeran Sabrang Lor atau Pangeran (yang gugur) di Seberang Utara. Pimpinan
Armada Gabungan Kesultanan Banten, Demak dan Cirebon segera diambil alih oleh
Fadhlullah Khan yang oleh Portugis disebut Falathehan, dan belakangan disebut
Fatahillah setelah mengusir Portugis dari Sunda Kelapa tahun 1527 M. Diambil
alih oleh Fadhlullah Khan adalah atas inisiatif Sunan Gunung Jati yang
sekaligus menjadi mertua karena putri beliau yang menjadi janda Sabrang Lor
dinikahkan dengan Fadhlullah Khan.
Setelah
gugurnya di medan perang, kesultanan Demak II yang dipimpin oleh Adipati Unus
kemudian digantikan oleh Adiknya Sultan Trenggana. Tidak dengan alur yang mulus
tetapi melaui polemik yang rumit karena terjadi perebutan takhta antara kedua adik
Adipati Raden Kikin dan Raden Trenggana
yang pada akhirnya dimenangkan oleh Sultan Trenggana.
Pangeran
Sabrang Lor memiliki peranan penting dalam bidang kelautan di Indonesia
tepatnya di pulau Jawa pada saat itu. Beliau memiliki dedikasi yang tinggi dalam
mengemban amanahnya sebagai panglima gabungan Armada Laut sepanjang pulau Jawa.
Dalam
ekspedisi Jihadnya, Beliau rela mengorbankan apapun bahkan anak keturunannya
untuk turun langsung ke medan perang. Beliau bahkan tidak mengkhawatirkan
apabila nasab keturunannya terputus jika mereka gugur dalam perang. Walaupun
baru 3 tahun menjadi Sultan Demak, beliau tidak takut untuk mengerahkan segala
daya upaya dan berkorban untuk membela umatnya walaupun pada akhirnya beliau
gugur, dan gagal merebut Malaka dari Portugis.
Dari
cerminan sikap kesatria beliau dapat kita ambil pelajaran, bahwa kita sebagai
generasi muda harus memiliki sikap kesatria seperti Adipati Unus. Kita
sepatutnya sadar bahwa kita dapat meneruskan perjuangan Adipati Unus untuk
Umat. Kita dapat memulainya dari hal kecil, tidak harus memulainya dengan
melakukan apa yang dilakukan Adipati Unus menjadi seorang Panglima Besar Armada
laut.
Kita dapat
menentang imperialisme yang bersifat batin, yang masih terus berlangsung di
negeri kita hingga saat ini. Yang mengikis bibit-bibit unggul penerus bangsa. Yang
mana pada saat ini bangsa kita dijajah oleh westernisasi, menggerus budaya
luhur bangsa kita tercinta, Bangsa Indonesia. Kita sebagai sebuah bangsa harus
memiliki keteguhan, kekuatan, bahkan pengorbanan untuk memajukan nilai-nilai
budaya bangsa, dimana akhlak seharusnya dijunjung tinggi. Mengunggulkan
pendidikan, mencetak anak-anak bangsa yang unggul, cerdas, dan religius.
Sebagai pemuda bangsa, seharusnya kita sadar akan sejarah, merasa bertanggung
jawab atas keberlangsungan bangsa yang sebenarnya berada digenggaman para kaula
muda. Sebagai pemuda bangsa, seharusnya kita tumbuhkan jiwa kesatria dalam
batin, kita hidupkan semangati semangat juang seperti Pati Unus. Sang Pangeran
Sabrang Lor.
gaada referensinya tah,,?
BalasHapus