( Oleh : Irma Ayu Sawitri )
Judul Buku : Demokrasi Untuk Indonesia
Pemikiran Politik
Bung Hatta
Pengarang : Zulfikri Suleman
Penerbit : PT Kompas Media Nusantara
Cetakan : 1
Tahun Terbit : 2010
Tebal Buku : viii+ 268 halaman
Anak kandung
dari liberalisme dalam kehidupan politik adalah demokrasi. Demokrasi yang
bersumber dari pemikiran politik Barat perlu direnungkan dan dikaji secara
ilmiah, khususnya bila kita ingin menikmati kegunaan praktisnya bagi kehidupan
politik di Indonesia. Sebab, sebagai suatu paham, demokrasi bersumber pada
prinsip kebebasan individu (individualisme) yang tumbuh subur di negara-negara
Barat sejak abad ke-17 silam. Tentu nilai-nilai Demokrasi Barat tidak dapat
begitu saja kita aplikasikan kedalam kehidupan poilitik di Indonesia. Lalu
bagaimanakah Demokrasi untuk Indonesia menurut pemikiran Bung Hatta ?.
Buku ini ditulis oleh Zulfikri Suleman, yang Lahir di
Sawahlunto, Sumatera Barat, 20 Juli 1959. Menempuh pendidikan S-1 Jurusan Ilmu
Hubungan Internasional FISIPOL UGM, kemudian S-2 Jurusan Ilmu Politik Fakultas
Pascasarjana UI, dan S-3 Jurusan Ilmu Politik Fakultas Pascasarjana UI. Saat
ini menjadi pengajar tetap di Jurusan Sosiologi Universitas Sriwijaya.
Zulfikri Suleman menyatakan dalam bukunya, pandangan
Hatta tentang demokrasi Barat bersifat
negatif, karena ciri individualisme yang terkandung dalam paham liberalisme
yang melahirkan demokrasi barat. Hatta berkesimpulan, demokrasi Barat harus
ditolak sebagai dasar untuk membangun Indonesia merdeka.
Buku ini berangkat dari pengertian dan penerapan
demokrasi Barat sebagaimana dipahami Hatta. Secara akademik, buku ini bertujuan
mewacanakan satu konsep, konsep “demokrasi” yang digagas untuk kepentingan
Indonesia merdeka.
Bermula dari pribadi dan lingkungannya, Hatta yang
menghabiskan masa kecil dan masa remajanya di Minangkabau menjadikan
kepribadian dan pemikiran Hatta sedikit-banyaknya dipengaruhi oleh masyarakat
dan kebudayaan Minangkabau, serta agama Islam sebagai identitas yang tidak
dapat dipisahkan dari suku bangsa ini. Hatta mengalami pendidikan dasar
formalnya di dua tempat, Bukittinggi dan Padang. Hatta selanjutnya meneruskan
pendidikannya di MULO di Padang sebelum menempuh pendidikan lebih tinggi di PHS
di Batavisa, yang seanjutnya pendidikan tinggi ekonomi di Negeri Belanda.
Zulfikri Suleman juga memberikan penjelasan tentang
demokrasi Barat yang kemudian di bandingkan dengan demokrasi untuk Indonesia
melalui kritik-kritik Hatta terhadap demokrasi Barat. Meskipun sejarah
demokrasi sudah amat tua beragam dan akan terus mengalami perkembangan
evolusioner dari waktu ke waktu, kita tetap bisa memperoleh pengertian umum
tentang demokrasi Barat. Hal ini disebabkan karena semua corak demokrasi
tersebut sebenarnya memiliki “roh” yang sama, yaitu paham kebebasan atau
liberalisme dalam arti kebebasan individu (individualisme). Wujud liberalisme
baru dimulai sejak awal abad ke-18 tepatnya ketika benua Eropa terlepas dari
penguasaan Kaisar Napoleon. Gerakan nyata ini menghasilkan sistem ekonomi
kapitalis dan tatanan demokrasi dalam kehidupan politik, yaitu dua wujud yang
melekat pada paham liberalisme.
Hatta menilai, bangunan demokrasi Barat bersifat pincang
dan tidak senonoh karena sebagaimana sudah dikemukakan, yang berlaku hanyalah
kedaulatan rakyat dibidang politik saja, sedangkan di bidang ekonomi yang
berdaulat hanyalah golongan borjuis (golongan pemilik modal). Hatta
membayangkan sistem demokrasi berdasarkan kebersamaan dan kekeluargaan yang
mencerminkan tradisi kehidupan bangsa Indonesia secara turun-temurun.
Hatta menyatakan dalam pidatonya sebagai Wakil Presiden
dalam Permusyawaratan Pamingpraja di Solo tanggal 7 Februari 1946.
“Berdasarkan pada pengalaman yang diperoleh di benua Barat, dan bersendi
pula kepada susunan masyarakat desa Indonesia yang asli, kita dapat mengeukakan
Kedaulatan Rakyat Indonesia yang lebih sempurna sebagai dasar pemerintahan
Negara Republik Indonesia. Kedaulatan rakyat kita meliputi keduanya : demokrasi
politik dan demokrasi ekonomi. Dengan mudah kita mengemukakannya, karena
masyarakat kita tidak mengandung penyakit individualisme. Pada dasarnya
masyarakat Indonesia masih bersendi pada koletivisme”
Buku ini memberikan gambaran jelas, bagaimana sejarah
demokrasi. Juga bagaimana lahirnya pemikiran-pemikiran bung Hatta tentang
demokrasi yang cocok untuk Indonesia. Tiap bab dalam buku ini membahas secara
rinci, mulai dari adat dan budaya Minangkabau, masa pendidikan Hatta, kemudian
sejarah demokrasi Barat, lalu kritik-kritik bung Hatta terhadap demokrasi
Barat, sampai penuturan bung Hatta tentang bagaimana seharusnya demokrasi
berdiri di Indonesia untuk menyempurnakan kedaulatan rakyat Indonesia.
Buku ini dianjurkan bagi kalangan pelajar, mahasiswa,
penggunaan bahasa dan kata yang tidak terlalu rumit sehingga mudah dimengerti
oleh pembaca. Hanya saja ada beberapa pembahasan yang dirasa terlalu melebar,
sehingga cukup membosankan. Namun, buku ni menumbuhkan rasa nasionalisme bagi
pembaca, karena memberikan pemahaman bahwa Indonesia memiliki “pemikir-pejuang
demokrasi”, tinggal bagaimana para generasi muda Indonesia untuk meneruskan
perjuangan dan mewujudkan cita-cita bung Hatta.
Selamat membaca.
Komentar
Posting Komentar