“TERASING DI NEGERI SENDIRI”
( Tentang Saudara Kita Yang Belum Menerima Keadilan )
“Tanah air ku
Indonesia, Negeri elok amat ku cinta. Tanah tumpah darah ku yang mulia, kan ku
puja sepanjang masa”. Sebait lirik dari
lagu ‘Rayuan Pulau Kelapa’, lagu tersebut menggambarkan bahwa Tanah Air kita,
Tanah Air Indonesia ini sangat kita junjung dan kita banggakan akan keagungan
alamnya. Namun, apakah kita mengerti dan mengetahui keadaan yang sebenarnya di
balik keindahan alam negeri kita ini ?
Indonesia adalah negara kepulauan yang
sangat luas, terbentang dari Sabang sampai Merauke. Tersusun indah jajaran
ribuan pulau. Sungguh, Indonesia adalah anugerah, tapi entah salah siapa masih
banyak saudara kita yang terisolasi karena posisi geografis, sehingga membuat
mereka mau tidak mau mempertahankan ketertinggalan zaman.
Apakah karena
saking luasnya negeri ini, para pemimpin kita tidak sengaja tidak melihat
mereka ? atau para pemimpin negeri ini yang menutup mata terhadap mereka ?
Mereka sangat butuh bantuan kita, mereka hidup
berpijak pada Tanah Air Indonesia, mereka warga Negara Indonesia, mereka
mempunyai hak-hak yang sama sebagaimana warga negara yang lain. Mungkin
bukanlah salah mereka, jika mereka terkunci di balik liarnya hutan. Bisa jadi
ini salah kita, yang masih kurang merangkul saudara setanah air kita, tetapi
apa daya ? rasa sosialisme ini merintih sedangkan kita tak mampu berbuat
apa-apa, semoga pemerintah yang jauh lebih mampu melakukannya segera tergerak
mewakili kita untuk merangkul mereka. Menyelamatkan bibit-bibit kecil generasi
muda bangsa Indonesia yang tidak berdosa, yang tidak sanggup meraih pendidikan.
Mari
kita renungkan, berapa banyak saudara kita yang masih terisolasi ? berapa
anak-anak yang tidak menerima pendidikan ? contoh gambaran kecil, seperti yang
terjadi di suku Talang Mamak, Riau yang pernah ditayangkan dalam acara bertajuk
“INDONESIAKU” di salah satu stasiun di televisi.
Tidak ada jalan
lain untuk menuju suku Talang Mamak selain dengan menyusuri sungai selama
sekitar 7 jam, kalau melalui jalur darat katanya banyak harimau, dan hewan liar
lainnya. Kehidupan disana masih sangat jauh tertinggal dan jika anak-anak suku
Talang Mamak ingin sekolah (sekolah dasar) mereka harus berjalan berjam-jam
melewati rimbanya hutan yang di huni banyak hewan buas.
Keadaan
sekolahnya sangat mengenaskan, hanya terbuat dari kayu dan hanya ada satu
ruangan, dan ternyata sekolah tersebut bukan instansi pemerintahan yang
membangun, sekolah tersebut di bangun oleh pihak swasta yang ingin mencoba
membantu. Sistem di sekolah tersebut sangat berbeda dengan sekkolah-sekolah
pada umumnya, sekolah tersebut hanya aktif satu kali dalam satu bulan, kemudian
mereka naik kelas setiap 2 bulan dengan standar kelulusan hanya ditentukan
dengan kemampuan mereka membaca dan menulis. Bayangkan, mereka menerima
pendidikan satu kali dalam sebulan, dan lulus hanya dengan dapat membaca dan
menulis, sungguh miris.
Ketika mereka di tanya gambar siapa yang
terpajang di dinding kelas mereka, mereka tidak tahu bahwa gambar tersebut
adalah gambar Presiden kita, malah ada yang menjawab bahwa gambar tersebut
gambarnya Bupati.
Kemudian ketika mereka ditanya lagi apa
nama Negara kita, dan jawabannya tidak ada yang menjawab ‘Negara Indonesia’ ada
yang menjawab ‘Negara Riau’ dan yang lebih membuat merinding lagi ada yang
menjawab ‘Negara Hutan’. Sungguh mengenaskan bukan ?
Keadaan
tersebut tentu tidak ada yang menginginkannya namun apa daya, mereka tidak
mampu keluar dari sana, dan minimnya sentuhan pemerintah terhadap mereka. Kalau
kita sangkut pautkan dengan Ideologi Formal kita yaitu ‘Pancasila’ nilai-nilai
Pancasila seakan hilang sama sekali dalam kasus seperti ini. Kemana penerapan
Nilai yang terkandung pada sila ke lima Pancasila yang berbunyi “Keadilan Sosial
Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” ?
Jika Keadilan di
peruntukkan untuk seluruh rakyat Indonesia, mengapa masih ada tangan-tangan
yang belum menerima keadilan tersebut ?
Siapakah yang dapat disalahkan pada kasus
seperti ini ?
Dapatkah permasalahan seperti ini di
hilangkan ?
Tidak ada yang memiliki jawaban yang pasti
bukan ?
Kita hanya bisa berharap, ya.. berharap
Semoga Indonesia segera terbenahi. Semoga kasus-kasus seperti ini segera
terhapuskan.
IRMA
AYU SAWITRI
XII - IPS
3
Komentar
Posting Komentar