Hari
Yang Suram
( Oleh
: Irma Ayu Sawitri )
M
|
alam
yang cerah, bintang bertebaran dan berkelap-kelip dengan indahnya. Bulan nan
cantik seolah menyapa dari kejauhan. Malam itu aku sedang merasa senang, karena
baru saja aku di belikan sepeda ber-merek dan mahal yang aku idam-idamkan sejak
lama. Oh sungguh senangnya, malam ini aku akan tidur nyenyak dan bermimpi indah.
Ketika ayam mulai berkokok, dan
adzan subuh berkumandang, aku bangun dari tidurku. Seperti biasa, aku segera
menunaikan solat subuh, dan setelah itu tentu aku bersiap-siap untuk berangkat ke
sekolah, namun ada perasaan yang tidak biasa, pagi ini aku merasa lebih senang
dan bersemangat dari pada yang biasanya, mungkin karena aku akan segera
mengendarai sepeda baru ku yang mahal itu.
Setelah
selesai sarapan aku berangkat ke sekolah, tak lupa ku cium tangan ke dua orang
tua ku. Jarak sekolahku tidak terlalu jauh, tidak sampai ke luar kota tapi
lumayan melelahkan bila harus berjalan kaki, karena itu aku ke sekolah dengan
mengendarai sepeda. Hari ini tentu berbeda, aku tidak lagi mengendarai sepeda
lusuh ku yang sering kali rantainya copot ketika aku sedang terburu-buru
mengayuhnya, hari ini dengan wajah berseri-seri dan bersemangat aku berangkat
dengan mengendarai sepeda baru kerenku yang ber-merek dan mahal ini, “hari ini
akan menjadi baik”, gumamku dalam hati dengan penuh keyakinan.
Aku keluar pagar sambil menuntun
sepeda ku. Ku pandangi langit dan hati ku mendadak gelisah. Aku melihat langit
sedikit mendung, belum terlalu mendung, dan tidak di sertai geluduk sehingga
hati ku masih cukup tenang, “gak bakal ujan !”, kataku dalam hati. Mula-mula
aku mengayuh sepedaku secara perlahan, aku menikmati rasa nyaman dari sepeda
baru ku ini, ku pikir waktu masih terlalu pagi dan aku tidak akan terlambat.
Aku terus menikmati perjalanan, angin bertiup lembut dan ku pandangi langit
yang semakin gelap, perasaan ku mulai tidak enak, “wah, kalau gue ke ujanan
gimana nih ?” bisik ku dalam hati. Sambil terus mengayuh sepeda ku dan tentu
tetap waspada pada keadaan jalan, aku berharap dan berdoa agar hujan tidak turun
saat ini juga dan aku dapat tiba di sekolah tepat waktu.
Arrrggh!! Hujan turun !
Awalnya
rintik-rintik gerimis dan tidak lama kemudian hujan turun dengan derasnya. Aku
kebingungan mencari tempat untuk berteduh. Beruntung, ku lihat toko swalayan
‘Indomart’ di kiri jalan, segera ku kayuh sepedaku sekencang yang aku bisa. Aku
berteduh sebentar di depan Indomart, menunggu hujan sedikit mereda. Aku
menengok jam yang melilit di tangan kiri ku, “Sial ! ternyata 10 menit lagi bel
masuk!” geramku dalam hati.jarak kesekolah tidak terlalu jauh lagi. Tapi hujan
begitu deras.
Lima
menit kemudian.
Hujan
mereda, aku segera meluncur ke jalanan yang becek. Sempat aku berpikir,
‘malangnya sepeda baruku’, tapi pikiran itu teralihkan dengan ke khawatiranku
terlambat tiba di sekolah. Seragamku basah, tapi beruntung tas sekolahku tidak
tembus air jadi buku-bukukku tidak ikut serta kuyup karena hujan.
Tiba-tiba,
Byurrrrr.....
Aku
terciprat air genangan karena sesosok mobil Xenia hitam yang melaju cukup
kencang di sampingku. Padahal jelas-jelas jalanan becek dan banyak genangan
air, “Arrgghh !! baju gue kotorrr !!!”, ucapku kesal. Kemudian aku kembali
fokus mengayuh sepedaku, aku tidak terlalu memikirkan baju ku yang kotor, yang
ada dalam pikirku hanyalah, ‘aku tidak boleh terlambat !’
***
Akhirnya aku sampai di sekolah.
Sial, ternyata sudah bel masuk. Gerbang hampir di tutup,segera aku menuju
parkiran sepeda dan menaruh sepedaku.
Kemudian
terdengar ada yang menegurku, “kok baju kamu kotor?”, kata bu Dewi. “i iitu bu,
tadi ada mobil”, jawabku terbata-bata. “sudah terlambat, ada-ada saja kamu !
cepat masuk kelas !”, kata bu Dewi tegas. “Ii iya bu, saya masuk kelas”, jawab
ku gugup.
Aku
berlari menuju kelas ku. Aku melihat guru yang ada di kelasku dan baru sadar
bahwa aku lupa mengerjakan tugas fisika, “Haduh, mati dah gua!!”, gerutu ku
dalam hati. Aku mengetuk pintu dan mengucapkan salam dengan sopan. Guruku
menjawab salam ku, dan mempersilahkanku masuk kelas dan duduk. Sepertinya guruku
mengerti apa yang baru saja ku alami dengan melihat penampilan ku yang, arrgh !
sangat menyedihkan.
Aku duduk. Dan penderitaanku belum
selesai. Jantungku berdegup tak menentu, guru fisika ku yang satu ini adalah
guru yang ku takuti, “Ya Allah.... Please..” desisku pelan. Aku takut di maki
dan di hukum karena belum mengerjakan tugas. Kemudian aku bertanya pada teman
sebangku ku, “Weh lo udah ngerjain PR?”, “hemm.. psstt... kayaknya bu Lamoria
lupa. Anak-anak juga belum pada ngerjain, udah lo diem aja”, kata temanku
berbisik. “Ohhh Alhamdulillah...”, kataku lega. Aku cukup lega, dan memang guru
ku itu lupa menanyakan tugas yang ia berikan tempo hari.
Jam
pelajaran berjalan seperti biasanya. Namun malang, di kelas aku kedinginan
karena seragamku yang basah. Aku hanya bisa dian, biar saja seragam ini kering
dengan sendirinya. Aku hanya bisa pasrah. Yah... aku benar-benar pasrah.
Bel
istirahat pun berbunyi. Perutku lapar dan ini saatnya untukku makan. Aku mengeluarkan
selembar uang sepuluh ribuan dari kantong baju ku. Niatku ingin melihat
keadaannya, karena tentu saja uang itu ikut basah karena seragamku yang basah.
Lalu...
Temanku
iseng menarik uang tersebut dari tangan ku. Karena uangnya basah, uang itu robek
menjadi dua.
Aaaaaaa...
betapa malangnya diriku hari ini. Aku terdiam. Aku hanya bisa terdiam melihat
uangku yang terbelah menjadi dua, sambil merasakan lapar. Aku tetap tediam saat
temanku meminta maaf atas kesalahan yang telah ia perbuat. Tapi rupanya temanku
itu mengerti, kemudian ia mentraktirku makan.
Dan
akhirnya aku kembali tersenyum karena perutku kenyang.
Bel pulang pun berbunyi. Sungguh, kemalanganku hari
ini membuatku sangat merindukan ibuku. Oh... betapa suramnya hari ini. Aku
bergegas menuju parkiran sepeda. Dan segera mengayuh sepeda baruku keluar dari
sekolah. Perasaanku lebih tenang, sepertinya perjalanan pulang akan baik-baik
saja.
Di tengah perjalanan, aku merasakan
ada yang aneh pada sepedaku, ada apa lagi ini ? dan.. ternyata benar saja, ban
sepeda baruku melindas sebuah paku. Arrrggh ! malang pun dirasakan oleh sepeda
baruku. Aaaa... ini benar-benar hari suramku !. Aku tidak memiliki uang lagi
untuk menambal ban sepeda ku. Yang ada hanya uang sepuluh ribuan yang terbelah
dua. Ingin rasanya aku menangis kencang, namun ku tahan karena aku tidak ingin
malu. Aku tidak punya pilihan lain. Aku hanya bisa berpasrah dan menuntun
sepedaku sampai kerumah.
Oh ya Ampuun,, ini benar-benar hari
suramku. Aku hanya bisa berdoa supaya tidak terulang lagi di kemudian hari.
Selesai
(Irma Ayu Sawitri -
XII IPS 3 )
Komentar
Posting Komentar